“Aduh kakiku kram!” Ungkapan semacam ini pasti pernah kita dengar, atau mungkin Anda sendiri sering mengalaminya. Entah bagaimana dan apa penyebab kaki kram, tiba-tiba daerah paha ataupun betis menjadi seperti tertarik, tertusuk-tusuk, kaku, dan sakit sehingga sulit digerakkan.
Ya, kram kaki memang bisa datang tiba-tiba, biasanya sih ketika seseorang sedang asyik tidur atau beristirahat. Kram yang muncul bisa hilang dalam hitungan detik, namun durasi rata-ratanya sekitar 9 menit. Rasa sakit akibat kram kaki ini bahkan bisa berlangsung hingga 24 jam lamanya.
Semua orang memang bisa mengalami kram kaki , akan tetapi kondisi ini lebih sering menyerang ibu hamil atau para lansia. Mengapa lansia? Karena massa otot mulai berkurang pada usia 40an, dan ini semakin diperparah kalau ia tidak aktif secara fisik.
Penyebab Kram Kaki
Pada kebanyakan kasus, penyebab kram kaki masih belum diketahui. Untungnya kondisi ini tidaklah berbahaya. Beberapa pihak menduga kalau penyebabnya karena kelelahan otot dan disfungsi saraf, namun soal bagaimana hal ini bisa terjadi masih belum ada yang dapat menjelaskannya.
Pemikiran lain mengatakan kalau cara tidur – kaki stretching ke luar sehingga otot betis memendek – yang memicu kram kaki di malam hari. Teori lain berpendapat kasus kram kaki lebih sering terjadi di zaman modern karena manusia tidak lagi jongkok (posisi yang bisa bikin otot betis stretching) saat BAB.
Meski belum tahu apa penyebab pastinya, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kram kaki, seperti:
- Penyakit Addison (akibat kurangnya hormon dari kelenjar adrenal)
- Penyalahgunaan alkohol
- Sirosis (kerusakan hati kronis yang sifatnya jangka panjang)
- Diare
- Kaki datar
- Operasi gastric bypass
- Hipotiroidisme
- Gagal ginjal kronis
- Hipokalemia (kondisi saat kalium dalam darah terlalu rendah)
- Hemodialisis (cuci darah)
- Diabetes tipe 2
- Keracunan timah
- Sarkoidosis (radang organ karena sel radang bertumbuh terlalu banyak)
- Otot lelah
- Penyakit vaskular atau insufisiensi vena
- Gangguan saraf motorik
- Efek pil KB
- Parkinson
- Penyakit peripheral arterial
- Kehamilan, khususnya di trisemester terakhir
- Efek samping obat, termasuk terapi zat besi intravena dengan sukrosa, terapi pengganti hormon estrogen, naproxen, raloxifene, dan teriparatide.
Selain itu, olahraga juga termasuk karena aktivitas ini seringkali membuat otot lembur atau terus dipakai dalam jangka waktu lama. Inilah yang diduga mampu memicu kram kaki, apalagi gangguan ini biasanya menimpa atlet yang hendak memulai latihan baru. Dalam hal ini, kerusakan saraf mungkin juga turut memegang peran.
Atlet yang berlatih keras meski ketika cuaca panas seringkali mengalami kram. Ini membuat ahli menyimpulkan kalau dehidrasi merupakan salah satu faktor risiko kaki kram. Namun ada pihak lain yang membantah kebenarannya karena mereka yang berlatih saat cuaca sejukpun juga bisa mengalami kram.
Kram kaki juga pernah dikaitkan dengan ketidakseimbangan elektrolisis, akan tetapi hasil riset tidak berhasil membuktikannya.
Cara Mengatasi Kram Kaki
Ada beberapa metode yang dapat diterapkan untuk mengatasi kram kaki. Mari kita tilik bersama setiap metodenya.
Pengobatan rumahan
Berkenaan dengan cara mengatasi kram kaki, pihak AAOS (Americn Academy of Orthopaedic Surgeons) menyarankan penderitanya untuk:
- Menghentikan aktivitas yang menyebabkan kram kaki
- Stretching dan memijat otot yang kram
- Menahan kaki dalam posisi meregang (stretching) hingga kramnya hilang
- Meletakkan kompres panas pada otot yang kaku
- Menggunakan kompres dingin untuk otot sensitif
Selain itu, beberapa orang mengonsumsi suplemen magnesium untuk mengurangi otot kram. Namun hasil review yang dipublikasikan tahun 2012 lalu menyimpulkan kalau metode ini tak bisa digunakan untuk orang tua, dan masih belum jelas juga soal apakah cara ini juga menguntungkan untuk ibu hamil. Bukti anekdot lainnya menyarankan olahraga ringan selama beberapa menit sebelum tidur.
Obat-obatan
Karena penyebabnya belum dapat dipastikan, maka belum ada obat yang disarankan untuk mengatasi kram kaki. Akan tetapi kalau kramnya parah sehingga membuat otot sensitif dan nyeri, maka Anda boleh menggunakan obat pereda rasa sakit yang dijual bebas di apotik. Sedangkan untuk ibu hamil, minum multivitamin dari dokter dianggap bisa membantu.
Soal berbagai jenis obat terkait kaki kram, hingga kini belum ada bukti yang menyatakan kalau pengobatan di bawah ini bermanfaat 100%:
- Vitamin B12
- Carisoprodol
- CCB (calcium channel blockers
- NSAID (obat non-steroid anti-inflamasi)
- Kalsium
- Potasium
Selengkapnya, baca: Penyebab Betis Sakit dan Cara Mengatasinya
Olahraga dan stretching
Jika tidak ada penyakit lain yang memicu kram kaki, maka gangguan ini biasanya dapat membaik dengan sendirinya tanpa perawatan khusus. Untuk ini, olahraga peregangan (stretching) bisa membantu. Jadi saat merasakan kram pada otot betis, lakukan:
- Luruskan kaki, dan tarik jari kaki ke atas, ke arah lutut, agar otot betis meregang.
- Berjalan jinjit selama beberapa menit
- Berdiri sekitar 1 meter dari dinding dengan telapak kaki datar di lantai (tidak jinjit). Condongkan tubuh ke dinding, rentangkan lengan ke depan, dan buat telapak tangan sebagai tumpuan. Jaga tumit tetap menyentuh lantai, Anda pasti akan merasakan tarikan di bagian betis, tahan selama 10 detik, lalu kembali ke posisi semula. Ulangi sebanyak 5-10 kali.
Gerakan tadi bisa membantu meredakan kram dan mencegahnya datang, kalau dilakukan rutin 2-3 kali sehari.
Cara mencegah kram kaki
Di samping olahraga tadi, Anda juga dapat melakukan beberapa hal berikut untuk mencegah kram kaki.
- Tidurlah dengan menyangga kaki menggunakan bantal atau biarkan kaki menggantung di ujung tempat tidur.
- Biarkan selimut tetap longgar agar kaki dan jari-jarinya tidak sampai mengarah ke bawah selama tidur
- Kenakan alas kaki yang nyaman, khususnya kalau tekstur kaki datar, atau ada gangguan kaki lainnya.
- Berolahragalah sewajarnya dan hindari latihan keras dalam jangka waktu lama.
- Terakhir, lakukan pemanasan sebelum mulai olahraga.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.