Salah satu alasan mengapa reaksi alergi protein tak boleh diremehkan adalah karena itu dapat menyebabkan kematian.
Faktanya, tubuh manusia memerlukan protein dalam jumlah besar. Karena alasan inilah, protein, lemak, dan karbohidrat disebut makronutrien. Protein, baik jenis nabati maupun hewani memang memiliki banyak manfaat bagi tubuh, antara lain seperti:
- Merupakan komponen pembentuk sel-sel tubuh
- Bagian utama dari rambut dan kuku
- Membangun dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
- Bahan bakar pembuat enzim, hormon, dan zat kimia dalam tubuh lainnya
- Membangun tulang, otot, tulang rawan, kulit, dan darah
Sayangnya, tak semua tubuh mampu merespon asupan protein dengan baik. Bukannya menganggap protein sebagai sumber nutrisi, sistem kekebalan malah menganggap itu sebagai musuh.
Kondisi inilah yang biasanya dialami penderita alergi protein, dimana tubuhnya justru mengeluarkan reaksi negatif ketika terpapar protein.
Makanan penyebab Alergi Protein
Meski semua sumber protein berpotensi memicu reaksi negatif pada penderita alergi, tapi berikut adalah daftar makanan penyebab alergi protein paling umum:
- Telur
Dibanding orang dewasa, anak-anak lebih sering mengalami alergi telur, entah karena bagian kuning maupun putih telurnya. Bahkan bayi yang menyusu juga bisa menunjukkan gejala alergi protein kalau ibunya makan telur.
- Ikan
Alergi ikan, baik itu yang dari laut atau air tawar, lebih sering diidap orang dewasa. Tak hanya dengan mengonsumsinya saja, reaksi alergi juga bisa muncul kalau kulit bersentuhan dengan ikannya.
- Seafood
Di luar sana, tak sedikit pula orang yang alergi seafood, apakah itu udang, tiram, lobster, kepiting, cumi-cumi, gurita, atau malah semuanya.
- Kacang
Contoh kacang yang berpotensi memicu alergi adalah almond, walnut, mede, pistachio, hingga kacang tanah.
- Susu
Alergi susu biasanya disebabkan oleh kasein atau whey (protein dalam susu). Yang tak banyak orang tahu adalah alergi susu tidak sama dengan intoleransi laktosa, meski keduanya menunjukkan gejala serupa.
Sebenarnya tanpa perlu tes alergi, ada cara mudah untuk mengetahui Anda sebenarnya alergi susu atau hanya mengalami intoleransi laktosa saja.
Kuncinya ada pada waktu. Intinya di sini, tidak mungkin Anda tiba-tiba mengalami alergi susu. Alergi susu rata-rata mulai muncul sejak bayi dan itu bisa berlanjut hingga dewasa.
Jadi, kalau gejalanya baru muncul belakangan, besar kemungkinan itu bukanlah alergi melainkan intoleransi laktosa. Hal ini didukung fakta bahwa kadar laktase (enzim yang bertugas mencerna laktosa) cenderung semakin menurun seiring bertambahnya usia.
Menurunnya kadar enzim tersebut membuat laktosa tidak bisa dicerna dengan baik. Inilah yang memicu terjadinya intoleransi laktosa.
Gejala Alergi Protein
Sama seperti gejala alergi makanan lainnya, reaksi alergi protein bisa timbul seketika setelah tubuh terpapar atau mengonsumsinya. Meski jenis makanan penyebab alergi protein berbeda-beda seperti yang disebutkan tadi, tapi gejala yang timbul rata-rata mirip, misalnya seperti:
- Gatal hingga muncul ruam di kulit
- Mata berair dan terasa gatal
- Bibir membengkak
- Masalah pernapasan mulai dari hidung tersumbat hingga bersin
- Gangguan pencernaan, contohnya mual, muntah, sakit perut, dan diare
- Pada kasus berat, dapat terjadi anafilaksis (batuk, pusing, lemas, sesak napas, hingga pingsan) - dan karena reaksi anafilaksis ini yang berbahaya, penderitanya harus segera dilarikan ke UGD terdekat supaya nyawanya dapat diselamatkan.
Cara mencegah dan mengatasi Alergi Protein
Pertanyaan terakhir, apa yang harus dilakukan kalau merasa mempunyai alergi protein?!
Untuk diagnosa lebih pastinya, lebih baik periksakan diri ke pakar imunologi. Biarkan imunolog yang memutuskan benar-tidaknya dugaan tersebut.
Biasanya selain pemeriksaan secara fisik, dokter juga akan melakukan tes alergi. Bila hasilnya ternyata positif dan Anda benar-benar menderita alergi protein, baru lakukan beberapa tips berikut:
- Hindari alergennya (zat pemicu alergi), apakah itu telur, susu, atau sumber protein lain.
- Baca selalu kemasan produk makanan yang hendak dibeli. Jangan sampai itu memuat bahan yang dapat membuat Anda alergi.
- Minum antihistamin untuk meredakan gejala alerginya (hanya berlaku kalau intensitas reaksinya ringan saja).
- Kalau antihistamin tidak mempan, maka suntikan epinephrine bisa jadi solusi untuk berjaga-jaga kalau makanan (misalnya dari restoran atau lainnya) ternyata mengandung alergen.
- Cobalah imunoterapi supaya tubuh dilatih bertoleransi terhadap protein penyebab alergi.
- Terakhir, cari alternatif sumber protein lainnya. Untuk ini, Anda bisa bertanya lebih lanjut pada dokter gizi.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.