Pasti kita sudah tidak asing lagi dengan istilah “generasi micin”. Belakangan ini, memang marak istilah-istilah baru yang merujuk kepada generasi millennial. Salah satunya “generasi micin” tadi.
Istilah tersebut banyak dipakai sindroma-metabolik menggambarkan perilaku orang-orang zaman sekarang yang tidak bisa dimengerti, terutama di media sosial. Selain itu juga merujuk pada anak jaman sekarang yang melakukan hal bodoh karena sering bertindak tanpa melalui pemikiran matang lebih dahulu. Bahkan banyak warganet yang menganggap bahwa ini dikarenakan mereka terlalu banyak mengonsumsi penyedap rasa.
Dari hal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa micin atau penyedap rasa (dalam bahasa ilmiah disebut MSG – Monosodium Glutamat) adalah penyebab kebodohan dan berbahaya bagi perkembangan tubuh seseorang.
Banyak orang pada akhirnya berusaha semaksimal mungkin menghindari penggunaan MSG dalam masakan sehari-hari. Bahkan, belakangan muncul tren penggunaan kaldu jamur sebagai pengganti MSG untuk menghasilkan masakan yang lezat dan gurih namun lebih sehat. Tapi benarkah MSG memiliki bahaya sedemikian besar?
Asal mula MSG
Penemuan MSG dimulai dengan isolasi asam glutamat oleh ahli kimia Jerman pada akhir tahun 1860-an. Penemuan ini kemudian disempurnakan oleh Kikunae Ikeda, seorang profesor kimia Universitas Tokyo, pada 1908. Ia dianggap sebagai garam paling stabil yang mampu memberi rasa umami atau gurih pada makanan.
MSG adalah asam glutamat yang diproduksi dari fermentasi tetes tebu dan pati makanan. Glutamat yang merupakan bahan ajaib dari MSG sebetulnya adalah asam amino umum yang terjadi secara alami di berbagai macam makanan, seperti tomat, keju, permesan, jamur kering, kecap, buah dan sayur, bahkan ASI dan tubuh kita sendiri.
Ketika dikecap, reseptor lidah mensimulasikan MSG seperti rasa daging. Rasa inilah yang kemudian diperkenalkan oleh Ikeda sebagai rasa “umami” (rasa lain di luar empat rasa yang selama ini kita kenal yaitu manis, pahit, asam, asin). Ternyata lidah memiliki reseptor sendiri untuk mengidentifikasi rasa gurih ini.
Isu MSG berbahaya
Lantas dari mana asal usul isu MSG berbahaya bagi tubuh? Pada tahun 1968 Dr Ho Man Kwok menulis sebuah surat ke New England Journal of Medicine mengenai sindrom restoran Cina (Chinese Restaurant Syndrome).
Dalam surat itu, Kwok menceritakan ia mengalami mati rasa di bagian belakang leher yang menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, dan berdebar-debar setiap kali makan di restoran Cina.
Kwok sempat menduga bahwa penyebabnya adalah kecap dan anggur, tetapi kemudian pilihannya jatuh pada MSG yang digunakan sebagai bumbu pelengkap di restoran Cina.
Tuduhan ini memicu berbagai penelitian ilmiah pada manusia dan hewan tentang efek buruk MSG terhadap kesehatan.
Salah satu yang paling terkenal adalah eksperimen oleh peneliti Universitas Washington, Dr John W Olney, yang menemukan bahwa suntikan dosis MSG yang sangat besar di bawah kulit tikus yang baru lahir menyebabkan berkembangnya jaringan mati di otak. Namun, hasil penelitian ini pun ternyata tidak memiliki dampak serupa terhadap hewan lain.
Setelah dilakukan begitu banyak tes dan penelitian terhadap berbagai hewan dan manusia, para peneliti kemudian menyimpulkan bahwa ada cukup bukti ilmiah untuk menunjukkan keberadaaan kelompok individu tertentu yang memiliki respon buruk terhadap MSG dalam dosis besar.
Reaksi ini biasanya muncul dalam waktu satu jam. Akan tetapi, MSG dalam eksperimen tersebut diberikan dalam bentuk larutan dengan kadar tiga gram tanpa makanan. Padahal, kebanyakan orang mengonsumsi MSG dengan kadar 0,55 gram per hari lewat makanan.
Memang ada beberapa orang yang sensitif terhadap MSG dan umumnya akan merasakan efek samping berupa sakit kepala, mual, nyeri dada, denyut jantung cepat, dan mengantuk.
Bagi mereka dengan toleransi yang lebih tinggi, efek samping umumnya terjadi satu jam setelah mengambil minimal 3 gram MSG saat perut kosong.
Karena efek MSG pada tiap orang berbeda-beda dan tidak stabil, FDA pun mengategorikan MSG sebagai GRAS (Generally Recognised As Safe) atau umumnya diakui aman. Sebenarnya MSG masih dianggap aman jika dikonsumsi dalam jumlah moderat.
Hanya konsumsi dalam jumlah yang tidak terkontrol yang berpotensi membahayakan kesehatan. Dosis MSG yang direkomendasikan oleh U.S Food and Drug Administration (FDA) adalah sekitar 30 miligram per berat badan. Misalnya, berat badan Anda 50kg, maka dosis MSG yang direkomendasikan adalah sekitar 1,5 gram/hari atau tiga sendok teh.
Ahli Gizi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rahmi Dwi Hapsari, S. Si. T, S.Gz, mengatakan bahwa karena penyedap makanan ini terbuat dari garam natrium yang berasal dari glutamat, maka bahan-bahan itu tidak berbahaya, malah justru dibutuhkan tubuh.
"Boleh saja dikonsumsi, karena terkandung garam yang dibutuhkan tubuh," ujar beliau.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.