Berdasarkan data yang didapatkan menurut DEPKES RI, jumlah pasien yang menderita penyakit usus buntu di Indonesia berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia.
Penanganan usus buntu berdasarkan standar di Amerika Serikat umumnya adalah appendectomy, atau yang lebih dikenal dengan istilah operasi usus buntu. Namun tidak semua usus buntu yang meradang perlu dipotong.
Berdasarkan penelitian terbaru. Studi ini menemukan bahwa dalam kasus usus buntu yang tidak rumit, yang mana pasien dengan kondisi usus buntu yang hanya meradang, dapat diobati dengan baik hanya dengan menggunakan antibiotik daripada harus menjalani operasi.
Penanganan Usus Buntu Tanpa Operasi
Kasus yang tidak rumit berarti usus buntu hanya bengkak karena peradangan yang terjadi pada usus buntu, tetapi usus buntu tersebut belum pecah. Jika tidak ditangani segera, usus buntu yang meradang dapat menjadi kasus yang rumit artinya dapat menyebabkan komplikas.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah pembentukan cairan atau lubang kecil pada usus buntu yang meradang. Di Indonesia pada tahun 2008, 177 dari 5980 orang yang menderita usus buntu meninggal karena mengalami komplikasi semacam ini.
Sebenarnya, komplikasi tersebut tidak pasti terjadi, tetapi jika terjadi, komplikasi ini dapat membahayakan jiwa, oleh karena itu, prosedur standar untuk mengobati usus buntu yang meradang adalah dengan melakukan operasi usus buntu.
Dilakukan sebuah penelitian di sebuah rumah sakit di Finlandia, yang dilakukan dengan cara membagi 530 orang yang menderita radang usus buntu yang tidak rumit kedalam dua kelompok.
Satu kelompok menerima pengobatan antibiotik, sementara kelompok lainnya menjalani operasi. Peneliti mengikuti kedua kelompok tersebut selama satu tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa 72% dari orang-orang yang menerima antibiotik tidak memerlukan operasi usus buntu.
Prosedur Appendectomy telah lama dianggap sebagai standar pengobatan ketika terjadi peradangan usus buntu, yang disebut appendicitis. Ahli bedah di Indonesia melakukan lebih dari 5000 operasi usus buntu di Indonesia pada tahun 2008.
Walaupun teknik pembedahan sudah sangat berkembang seperti operasi dengan menggunakan tekhnik laparoscopy yang hanya membutuhkan sayatan kecil pada perut, namun, tidak ada tindakan pembedahan yang tidak memiliki resiko.
Mengobati radang usus buntu dengan antibiotik semakin populer di kalangan dokter di Eropa. Namun perawatan belum diterima sebagai standar perawatan rutin di Amerika Serikat.
Studi ini memberikan lebih banyak bukti bahwa penggunaan antibiotik tanpa melakukan operasi dapat menjadi pilihan untuk beberapa pasien dengan radang usus buntu. Penggunaan antibiotik atau pembedahan, bertujuan untuk menghindari komplikasi, perforasi dan infeksi pada radang usus buntu.
Berapa Tingkat Kekambuhan Appendicitis yang Hanya Diobati Dengan Antibiotik?
Pada penelitian dengan menggunakan guiding USG pada pasien dengan appendicitis kronis yang diterapi dengan antibiotik memiliki angka kesembuhan 95 % , dengan angka kekambuhan sebanyak 34 %.
Namun menurut The Appendicitis Acuta (APPA) dengan membandingkan 530 pasien dengan apendicitis akut yang tidak berkomplikasi, berdasarkan hasil CT scan pemberian antibiotik tidak lebih efektif dibandingkan dengan pembedahan.
Tingkat kekambuhannya sendiri adalah 24%. Angka ini tidak tinggi, tetapi juga tidak dapat diabaikan. Angka 24% ini menjadi pertimbangan sendiri oleh pasien, ada beberapa pasien yang tidak mau mengambil resiko tersebut dan melakukan operasi walaupun pengobatan menggunakan antibiotik saja sudah cukup.
Tapi banyak juga pasien yang puas dengan angka tersebut dan tidak melakukan operasi pengangkatan usus buntu.
Penting untuk diingat bahwa hasil penelitian ini hanya berlaku bagi pasien yang lebih muda (usia 15-50) dengan gejala peradangan usus buntu ringan hingga sedang, dan tidak rumit.
Meskipun penelitian ini dilakukan pada pria, tidak ada dasar ilmiah yang menyatakan bahwa hasilnya akan berbeda pada wanita.
Mengapa Penggunaan Antibiotik untuk Penanganan Usus Buntu di Indonesia Perlu Dipertimbangkan?
Pertama, pemberian antibiotik berpeluang menurunkan risiko komplikasi akibat apendisitis akut. Komplikasi yang dimaksud dalam hal ini terutama berkaitan dengan tindakan pembedahan itu sendiri seperti infeksi luka operasi, sepsis (bakteri didalam darah), hingga perforasi apendiks (usus buntu bocor).
Kedua, antibiotik memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi dalam mencetuskan resolusi gejala apendisitis akut pada mayoritas pasien 70%. Dalam konteks praktik layanan primer di daerah terpencil di Indonesia, hal ini memungkinkan dokter untuk melakukan diagnosis awal dan menangani kasus peradangan usus buntu akut tanpa komplikasi dengan menggunakan antibiotik kemudian merencanakan rujukan yang sesuai ke rumah sakit yang memiliki layanan pembedahan.
Ketiga, penanganan awal kasus peradangan usus buntu akut yang tidak rumit dengan antibiotik berpotensi menurunkan biaya kesehatan total jika dibandingkan dengan operasi.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.