Terdapat 1 dari 10 ribu bayi lahir di seluruh dunia menderita atresia bilier. Secara statistika memang cukup jarang ditemukan, namun jangan sampai disepelekan.
Atresia bilier adalah gangguan kesehatan berupa penyumbatan cairan pada saluran empedu menuju ke hati. Saluran ini merupakan jalur lalu lintas cairan empedu dari hati yang disimpan di usus kecil.
Selain untuk membantu penyerapan zat-zat yang berguna bagi tubuh pada proses pencernaan, cairan ini juga berfungsi sebagai medium pembawa racun dan zat sisa pencernaan ke saluran pembuangan. Terbayang jika saluran ini tersumbat?
Dengan tersumbatnya saluran ini, otomatis akan mengganggu proses pencernaan dan distribusi nutrisi. Cairan empedu juga akan menumpuk di dalam hati dan membuatnya kehilangan fungsi untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh.
Jika dibiarkan terus-menerus, akan menimbulkan kerusakan pada hati yang membuatnya harus di transplantasi.
Gejala Atresia Bilier
Atresia bilier umumnya terjadi pada bayi antara usia 2 hingga 4 minggu setelah kelahiran. Tanda yang paling nampak adalah perubahan warna kulit dan mata menjadi kekuningan. Beberapa gejala lain dari atresia bilier adalah:
- Warna urin gelap seperti teh.
- Feses berwarna abu-abu atau putih seperti dempul, dan beraroma sangat bau.
- Berat badan tidak mengalami peningkatan.
Penyebab atresia bilier hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Meski begitu, para ahli sepakat bahwa atresia bilier bukan penyakit genetik. Artinya, orang yang mengidap atresia bilier tidak berisiko memberikan penyakit ini pada anaknya.
Beberapa pemicu yang diyakini menjadi pemicu atresia bilier adalah:
- Infeksi virus atau bakteri setelah lahir (seperti cytomegalovirus, retrovirus dan rotavirus).
- Masalah sistem kekebalan tubuh, seperti saat sistem imun menyerang hati atau saluran empedu tanpa alasan.
- Masalah saat perkembangan hati dan saluran empedu dalam rahim.
- Mutasi genetik.
Diagnosis Atresia Bilier
Beberapa tes yang umum dilakukan dokter untuk memastikan diagnosis atresia bilier adalah:
- Foto x-ray perut atau USG abdomen
- Pemeriksaan kadar bilirubin melalui tes darah.
- Cholangiography, untuk memeriksa sumbatan duktus-duktus empedu.
- Biopsi hati, untuk menentukan tingkat keparahan penyakit kuning.
Selain melalui metode diatas, dokter juga dapat melakukan tes hepatobiliary iminodiacetic acid (HIDA) scan. Tes ini berguna untuk membantu menentukan lancarnya fungsi saluran empedu dan kantong empedu.
Pengobatan Atresia Bilier
Prosedur pengobatan atresia bilier yang paling umum adalah prosedur Kasai. Prosedur kasai merupakan terapi paling awal untuk pengobatan atresia bilier.
Saat prosedur Kasai, dokter bedah akan mengangkat saluran empedu yang tersumbat pada bayi dan mengambil usus untuk menggantinya. Lalu cairan empedu akan mengalir langsung ke usus kecil.
Pada kasus operasi yang berhasil, pasien akan memiliki kesehatan yang baik dan tidak mengalami masalah hati.
Jika operasi kasai gagal, anak akan membutuhkan transplantasi hati dalam 1-2 tahun setelahnya. Begitupun jika setelah terapi berhasil, anak masih akan beresiko terkena sirosis blier obstrukrif saat dewasa kelak.
Jadi, anak perlu dikontrol secara teratur untuk memonitor aktivitas hati.
Penanganan rumahan Atresia Bilier
Bayi yang terkena atresia bilier umumnya mengalami kekurangan nutrisi, sehingga membutuhkan diet khusus seiring usianya bertambah. Jadi, anak butuh kalori lebih dalam diet hariannya.
Anak dengan atresia bilier juga mengalami kesulitan dalam mencerna lemak yang selanjutnya mengakibatkan kekurangan vitamin dan protein. Vitamin tambahan dapat diberikan pada makanan bayi.
Umumnya setelah transplantasi hati, bayi dapat makan dengan normal. Meski begitu, selalu konsultasikan dengan dokter anak Anda diet terbaik untuk buah hati Anda.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.