Suka makan kol goreng? Rasanya yang gurih dan nikmat setelah digoreng menjadi pilihan sebagian orang untuk mengonsumsi sayuran tersebut sebagai lalapan. Apalagi jika dimakan bersamaan dengan nasi hangat, sambal, dan ayam goreng.
Mengonsumsi kol diperkirakan dapat memberikan manfaat bagi tubuh, seperti menurunkan tekanan darah dan kolesterol, menjaga kesehatan jantung, serta membantu melancarkan saluran cerna. Bahkan menurut beberapa penelitian, kol juga memiliki sifat zat antikanker.
Meski sayur kol juga mengandung cukup banyak nutrisi yang baik bagi kesehatan, seperti serat, kalsium, magnesium, folat, hingga beragam vitamin, termasuk vitamin B6, vitamin C, dan vitamin K, tetapi proses pengolahan juga akan mempengaruhi kandungan nutrisi di dalamnya.
Makanan yang digoreng terutama sayuran yang melewati proses pemasakan dengan suhu tinggi tentu akan rentan mengalami kerusakan karena proses penggorengan dapat menghancurkan beberapa jenis vitamin yang terkandung di dalam sayuran, begitupun dengan sayur kol. Oleh karena itu, bukannya mendapatkan manfaat dan nutrisi baik justru mungkin dapat menimbulkan risiko penyakit.
Apakah kol goreng berbahaya bagi kesehatan?
Mengolah kol dengan cara menggoreng pada minyak panas tentu akan menghasilkan rasa dan tekstur yang renyah. Tetapi, dengan menggoreng maka akan meningkatkan jumlah kalori dikarenakan makanan akan kehilangan air dan justru menyerap lebih banyak lemak.
Lemak yang terkandung pada makanan yang digoreng biasanya berupa lemak trans (lemak tak jenuh) yang sulit dipecah oleh tubuh sehingga dikaitkan dengan beragam masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, penyakit kanker, penyakit diabetes, ataupun obesitas.
Tak hanya lemak, makanan yang digoreng termasuk kol goreng juga mungkin mengandung acrylamide, zat beracun yang terbentuk ketika makanan diolah dengan suhu panas seperti dipanggang atau digoreng. Zat tersebut terbentuk akibat reaksi kimia antara gula dan asam amino yang disebut asparagine dan diklaim dapat meningkatkan risiko penyakit kanker.
Jenis minyak yang baik digunakan untuk memasak sayuran
Penggunaan jenis minyak juga sangat penting dalam proses memasak sayuran sehingga dapat meminimalisir risiko penyakit yang mungkin timbul. Beberapa jenis minyak yang diklaim cukup sehat untuk digunakan, antara lain:
- Minyak zaitun (olive oil): Mengandung lemak tak jenuh tunggal yang cukup baik digunakan dalam suhu tinggi.
- Minyak kelapa (coconut oil): Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi sehingga membuatnya tahan terhadap panas dengan tidak menurunkan kualitas minyak.
- Minyak canola (canola oil): Mengandung lemak tak jenuh tunggal yang cukup stabil digunakan dalam minyak panas.
Jenis minyak lainnya seperti minyak jagung, minyak kacang tanah (safflower), dan minyak bunga matahari sepertinya kurang cocok digunakan karena mengandung lemak tak jenuh ganda yang tinggi dan tidak stabil, serta dapat membentuk akrilamida (acrylamide) jika terkena suhu yang tinggi.
Bahkan penggunaan minyak zaitun dalam menumis sayuran justru dapat meningkatkan kandungan antioksidan fenol yang berguna untuk mencegah penyakit. Misalnya fenol thymol yang ada pada daun thyme memiliki sifat antiseptik serta capsaicin yang ada pada cabai dan paprika berguna untuk menghilangkan rasa sakit.
Selain jenis minyak, penggunaan minyak yang digunakan secara berulang juga diperkirakan dapat meningkatkan risiko penyakit kanker sehingga sebaiknya dihindari.
Cara lain untuk mengolah sayuran
Selain digoreng, sebenarnya sayuran dapat diolah dengan berbagai cara, termasuk dengan menumis. Jika menggoreng membutuhkan minyak yang cukup banyak dan dimasak dalam waktu yang lebih lama, tentu sayuran akan mengandung lemak lebih banyak. Sementara dengan menumis, sayuran hanya membutuhkan sedikit minyak sehingga akan jauh lebih baik.
Tak hanya itu, sayuran seperti kol juga dapat diolah dengan cara direbus atau dikukus yang membuat sayuran menjadi lebih lunak sehingga lebih mudah dicerna jika dibandingkan dengan mengonsumsi secara mentah. Hal ini akan lebih sehat karena dapat meningkatkan kadar antioksidan di dalamnya.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.