Makanan yang digoreng mungkin paling sering Anda sajikan di rumah. Selain cenderung lebih praktis, rasa gorengan memang biasanya lebih enak dan menggugah selera.
Saking seringnya masak gorengan, Anda sampai lupa mengganti minyak goreng sampai berhari-hari. Alasan lainnya mungkin karena ingin menghemat pengeluaran atau 'nanggung' ingin sekalian memasak semua bahan yang ada.
Apa pun alasannya, memasak dengan minyak goreng bekas alias minyak jelantah ternyata sangat tidak dianjurkan. Pasalnya, ada banyak bahaya minyak goreng bekas yang mengintai Anda sekeluarga. Apa saja? Mari simak penjelasannya berikut ini.
Apa saja bahaya minyak goreng bekas bagi kesehatan?
Sadar atau tidak, memasak dengan minyak goreng bekas masih menjadi kebiasaan sehari-hari. Biasanya, beberapa orang memasak dengan minyak goreng yang sama berulang kali karena lebih hemat dan praktis.
Semakin sering digunakan, zat-zat di dalam minyak goreng akan mengalami kerusakan. Hal ini umumnya ditandai dengan perubahan warna minyak menjadi hitam pekat, kental, dan berbau tengik. Anda mungkin lebih sering mengenalnya sebagai minyak jelantah.
Setelah minyak goreng murni mengalami kerusakan, maka minyak tersebut mengandung radikal bebas karsinogenik. Jika terus-terusan digunakan, maka molekul tersebut akan terserap ke dalam makanan dan membahayakan tubuh.
Berikut berbagai bahaya minyak goreng bekas alias minyak jelantah bagi kesehatan, di antaranya:
1. Meningkatkan keracunan makanan
Menggoreng makanan dengan minyak yang sama memang tampak lebih hemat dan praktis. Namun hati-hati, kebiasaan ini ternyata dapat menyebabkan keracunan makanan.
Ketika minyak goreng bekas tidak disaring dan disimpan dengan benar, bakteri akan memakan sisa-sisa makanan yang tertinggal dalam minyak. Bila minyak tersebut digunakan berulang kali, sifat minyak akan berubah menjadi anaerob dan merangsang pertumbuhan Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah bakteri penyebab botulisme, yaitu jenis keracunan makanan yang parah dan fatal.
Baca juga: Inilah Alasan Dibalik Bahaya Makan Gorengan
2. Meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular
Anda mungkin tidak akan langsung jatuh sakit saat menggunakan minyak jelantah untuk memasak. Namun perlahan tapi pasti, bahan kimia berbahaya dalam minyak akan terus mengendap dalam tubuh dan mengundang penyakit.
Minyak jelantah mengandung peroksida dan aldehid, dua bahan kimia yang dapat merusak sel dan memicu aterosklerosis. Aterosklerosis adalah pengerasan pembuluh darah akibat timbunan plak, lemak, kolesterol, dan produk 'sampah' lainnya.
Ketika dimasak dalam suhu tinggi, kandungan lemak dalam minyak akan berubah menjadi lemak trans. Semakin sering Anda menggunakan minyak jelantah, maka semakin banyak pula jumlah lemak trans dalam minyak. Alhasil, risiko penyakit jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya semakin tinggi.
Baca selengkapnya: Lemak Jenuh, Tak Jenuh, dan Trans: Apa Bedanya?
3. Memicu kanker
Selain akibat menggunakan minyak goreng bekas berulang-ulang, minyak goreng yang dimasak pada suhu tinggi juga dapat memicu kanker payudara. Penemuan ini dibuktikan oleh para ahli dari University of Illinois dengan menggunakan sampel tikus.
Para peneliti menyuntikkan sel kanker payudara 4T1, jenis sel kanker yang diketahui paling cepat menyebar ke masing-masing tikus. Satu minggu pertama, tikus-tikus tersebut diberikan makanan diet rendah lemak. Setelah itu, sebagian sampel tikus diberi makan minyak kedelai segar dan sebagian lainnya diberikan minyak jelantah.
Dalam waktu 16 minggu, para ahli menemukan bahwa tumor pada tikus yang diberi makan minyak jelantah menyebar 4 kali lebih cepat, dibandingkan tikus yang diberi makan minyak kedelai. Bukan hanya pertumbuhan tumor payudara saja, tikus yang diberikan minyak goreng bekas juga mengalami tumor paru-paru.
Memanaskan minyak berulang kali diketahui dapat merusak struktur kimia minyak dan melepaskan acrolein. Acrolein adalah zat racun yang dikenal bersifat karsinogenik alias memicu kanker.
Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan minyak jelantah tidak serta merta menyebabkan kanker payudara, tapi cenderung meningkatkan penyebaran kanker yang sudah ada. Masih diperlukan penelitian dan analisa lebih lanjut untuk membuktikannya.
Kapan harus mengganti minyak goreng bekas dengan yang baru?
Idealnya, minyak goreng sebaiknya harus diganti secara rutin setiap kali memasak supaya lebih aman dan sehat. Lain halnya menurut Health Promotion Board, Anda masih boleh memasak dengan minyak goreng yang sama maksimal 2 kali saja.
Lebih mudahnya begini. Jika minyak terlihat keruh, berbusa, berwarna kehitaman, hingga berbau tengik, maka sudah saatnya Anda mengganti minyak goreng dengan yang baru.
Sebaliknya, apabila minyak goreng terlihat masih dalam kondisi baik dan Anda ingin menggunakannya kembali, sebaiknya saring minyak dulu sebelum digunakan. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan ampas dan menghambat pertumbuhan bakteri.
Setelah dingin, simpan minyak ke dalam wadah tertutup dan tempat sejuk. Dengan demikian, daya simpan minyak akan lebih lama dan terhindar dari oksidasi.
Tips menggoreng agar lebih sehat dan aman
Pada dasarnya, cara terbaik saat memasak adalah menggunakan minyak goreng yang masih baru. Namun, jika memang tidak memungkinkan, ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan saat menggoreng makanan, yaitu:
- Saring dulu. Sebelum mulai menggoreng, saring sisa-sisa makanan dan ampas hitam yang ada di dasar penggorengan. Semakin banyak ampas makanan, maka semakin banyak pula kalori dan lemak dalam minyak.
- Jangan terlalu panas. Usahakan untuk menggoreng makanan pada suhu kurang dari 190 derajat Celcius. Bila ada, gunakan termometer untuk mengukur suhu panasnya.
- Matikan api kalau sudah matang. Semakin lama minyak dipanaskan, minyak akan lebih cepat rusak dan tengik.
- Simpan minyak di tempat tertutup. Pindahkan sisa minyak (sudah dingin dan bersih dari ampas) ke wadah tertutup. Hindari terkena sinar matahari langsung agar minyak tidak teroksidasi. Simpan di tempat sejuk supaya kemurnian minyak tetap terjaga.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.