Beberapa waktu lalu, di salah satu platform social media, sempat beredar kabar mengenai tempe yang diduga merupakan produk rekayasa genetika (GMO/Genetically Modified Organisms). Diisukan bahwa terjadinya perubahan warna tempe dari putih menjadi kecokelatan disebabkan oleh bahan baku tempe yang berasal dari kedelai transgenik/GMO dan berbahaya bagi tubuh.
Hal tersebut diklaim setelah dilakukannya penelitian pada tikus terhadap bahan baku tempe yang digunakan. Bahkan beberapa risiko kesehatan serius diindikasikan dapat terjadi, seperti meningkatnya resiko kematian pada bayi, kerusakan sperma pada pria, meningkatkan pertumbuhan sel kanker, hingga gangguan sistem kekebalan tubuh.
Baca juga: 6 Penyebab Sistem Kekebalan Tubuh Menurun
Setelah berita tersebut beredar, ada pula pesan berantai yang mengatakan bahwa produk pangan rekayasa genetika (Genetically Modified Food) beracun dan dapat menyebabkan tumor. Disebutkan pula makanan seperti jagung manis dan ubi ungu juga berbahaya untuk dikonsumsi. Tetapi kedua isu tersebut langsung ditepis oleh beberapa lembaga terkait, termasuk BPOM, Balai Besar Litbang Bioteknologi, dan Sumber Daya Genetika Pertanian yang menyatakan bahwa isu tempe tersebut adalah hoax.
Asal usul tempe
Tempe yang sudah menjadi makanan harian masyarakat Indonesia sendiri sebenarnya terbuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dengan jamur Rhizopus oligosporus dan menjadi salah satu sumber protein nabati terbaik. Tetapi sayangnya hampir 80 persen kedelai masih diimpor dari Amerika Serikat sehingga ada kemungkinan termasuk jenis transgenik (GMO).
Tempe juga mengandung berbagai nutrisi penting, seperti serat, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Ditambah pula dengan sifat antioksidan dan antibiotik yang dimilikinya diklaim dapat membantu menyembuhkan infeksi dan mencegah penyakit degeneratif.
Menurut para ahli dan lembaga pangan, baik di Indonesia maupun Amerika Serikat, produk pangan rekayasa genetika (GMO/Genetically Modified Organisms) termasuk pada kedelai yang merupakan bahan baku tempe tidak berbahaya bagi kesehatan. Hal senada pun dinyatakan oleh badan pangan yang berada di Kanada, Jepang, maupun Eropa.
Mengenal produk pangan rekayasa genetika (GMO)
Apa itu makanan rekayasa genetika?
Dikutip dari laman WHO, makanan dengan rekayasa genetika (GMO/Genetically Modified Organisms) dapat didefinisikan sebagai organisme seperti tanaman, hewan, atau mikroorganisme dengan kandungan genetik DNA yang telah mengalami perubahan. Rekayasa genetika juga sering disebut bioteknologi karena memungkinkan salah satu gen tertentu dipindahkan ke organisme yang lain melalui bantuan teknologi.
Mengapa perlu dilakukan rekayasa genetika?
Makanan yang melalui rekayasa genetik coba dilakukan karena dianggap dapat memberikan keuntungan bagi produsen maupun konsumen, salah satunya dengan harga yang lebih rendah tetapi mengandung manfaat nilai gizi yang tinggi. Selain itu, penerapan GMO juga dapat membantu melindungi tanaman melalui pengenalan resistensi terhadap penyakit yang disebabkan oleh serangga atau virus.
Bagaimana proses keamanan rekayasa genetika dilakukan?
Penilaian keamanan dari proses rekayasa genetika pada makanan dilakukan melalui berbagai cara, termasuk uji toksisitas, potensi reaksi alergi, stabilitas gen yang dimasukkan, dan efek nutrisi yang terkait dengan modifikasi genetik. Makanan yang telah melewati penilaian keamanan dan telah beredar di pasaran tentunya tidak memiliki risiko bagi kesehatan.
Apa yang menjadi isu kesehatan utama dari rekayasa genetika?
Berdasarkan hasil penelitian WHO, diketahui bahwa ada 3 isu kesehatan utama yang menjadi perhatian karena berpotensi terjadi adalah munculnya reaksi alergi, transfer gen, dan penyilangan. Pada umumnya, makanan alami tanpa rekayasa genetik tidak melalui uji alergenisitasnya. Selain itu, pemindahan/transfer gen memungkinkan timbulnya bakteri pada saluran cerna.
Baca juga: Cara Meningkatkan Bakteri Baik dalam Saluran Pencernaan
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.