Kanker serviks adalah jenis kanker yang terjadi pada leher rahim (bagian bawah rahim yang terhubung dengan vagina) dan terjadi akibat infeksi human papillomavirus (HPV). Virus ini merupakan penyebab utama terjadinya kanker serviks dan menempati urutan ke 2 dari 10 jenis kanker terbanyak yang terjadi pada wanita setelah kanker payudara.
Kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi menular seksual ini dapat terjadi melalui kontak seksual baik anal, oral, maupun vaginal. Seringkali kanker serviks terjadi tanpa gejala tertentu. Namun, beberapa tanda yang mungkin terjadi, antara lain adanya pendarahan vagina setelah berhubungan intim, terjadi keputihan berdarah dan bau busuk, serta merasakan nyeri saat berhubungan intim.
Seperti jenis kanker lainnya, diagnosis kanker serviks secara cepat di awal dapat membantu proses pengobatan dan perawatan. Anda dapat mengurangi risiko menderita kanker serviks dengan melakukan tes skrining dan vaksinasi yang dapat membantu melindungi diri dari risiko infeksi HPV.
Baca juga: Penyebab Kanker Serviks pada Wanita
Cara mencegah kanker serviks
- Melakukan vaksin HPV. Untuk mencegah penularan infeksi HPV, Anda dapat mengurangi risiko kankers serviks dengan melakukan vaksin HPV yang terbagi menjadi 3 tahap suntikan
- Melakukan Pap Smear. Tes ini berguna untuk mendeteksi kondisi pra-kanker serviks yang mungkin terjadi. Pemeriksaan ini disarankan untuk dilakukan bagi mereka yang pernah berhubungan seks ataupun wanita di atas usia 21 tahun
- Gunakan kondom. Jika ingin berhubungan seks, sebaiknya gunakan kondom. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko kanker serviks yang mungkin menular antar pasangan. Selain itu, lakukan hubungan seks yang sehat dan aman serta tidak bergonta ganti pasangan
- Hentikan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko kanker serviks karena zat kimia pada asap rokok dapat berinteraksi dengan sel serviks yang berkembang menjadi kanker jadi sebaiknya hentikan kebiasaan merokok
- Hindari penggunaan pil KB jangka panjang. Hal ini seringkali menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan kondom. Padahal penggunaan pil kontrasepsi selama lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks
Baca juga: Cara Benar dan Aman Menggunakan Kondom
Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks
Untuk mencegah kanker serviks, saat ini vaksin HPV telah tersedia untuk mencegah infeksi human papillomavirus (HPV). Bagi anak di atas usia 15 tahun, vaksin HPV diberikan dalam 3 tahap suntikan selama periode 6 bulan, yakni pada bulan ke-1, bulan 3, dan suntikan terakhir diberikan pada 6 bulan berikutnya.
Pemerintah sendiri sedang merencanakan pemberian vaksin HPV secara gratis dan bertahap mulai tahun ini. Targetnya ditujukan untuk anak-anak usia kelas 5 dan 6 SD. Vaksin HPV dimasukkan ke dalam jenis vaksin wajib sehingga total jumlah imunisasi rutin wajib di Indonesia mencapai 14 jenis vaksin. Meski begitu, masyarakat lain yang ingin mendapatkan vaksin HPV secara mandiri tetap bisa melakukannya sendiri.
Vaksinasi HPV dapat diberikan pada wanita maupun pria dan akan lebih efektif jika diberikan sebelum seseorang pernah melakukan hubungan seks. Untuk biaya vaksin HPV sendiri berkisar antara Rp700.000-1.000.000 untuk 1 kali vaksin sehingga untuk biaya keseluruhan terhadap 3 tahap suntikan berkisar di angka Rp3.000.000.
Vaksin HPV ini bertujuan untuk membantu melindungi diri dan mencegah Anda dari kemungkinan terkena kanker serviks, tetapi tidak dapat mengobati infeksi HPV jika sudah terjadi. Anak-anak usia 9-14 tahun pun direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin HPV sedini mungkin dengan 2 kali suntikan.
Baca juga: Jenis Vaksinasi untuk Orang Dewasa
Bagi ibu hamil atau orang yang sedang menderita sakit berat tidak disarankan untuk menjalani vaksin HPV, termasuk mereka yang memiliki alergi berat. Vaksin HPV mungkin dapat menimbulkan efek samping ringan, seperti rasa sakit, bengkak, atau kemerahan yang terjadi di tempat suntikan.
Efek samping lain yang mungkin terjadi setelah dilakukannya suntik vaksin HPV adalah sakit kepala, mual, muntah, lemas, pusing, hingga pingsan, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.