Masalah penurunan daya ingat identik dengan gejala pikun, biasanya dialami oleh orang-orang yang memasuki usia lanjut. Namun di sisi lain, gejala tersebut juga bisa menandakan kondisi lain yang dalam dunia medis disebut dengan demensia. Apa penyebab demensia dan seperti apa gejala demensia? Berikut penjelasannya.
Apa itu demensia?
Demensia adalah penyakit yang menyerang sel saraf otak yang menyebabkan gangguan pada segi kognitif maupun psikologis. Akibat demensia, penderitanya dapat mengalami penurunan kemampuan berpikir, berkurangnya daya ingat, hingga sulit memahami sesuatu.
Tidak hanya sekadar pikun, demensia juga menyebabkan penderita mengalami gangguan kecerdasan mental, depresi, kesulitan berkomunikasi, serta mudah berhalusinasi.
Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang mengalami penurunan fungsi otak dan daya ingat (pikun) berarti menderita demensia. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah seseorang menderita demensia atau tidak.
Apa penyebab demensia?
Ada 2 faktor yang dapat menjadi penyebab demensia, yaitu faktor yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan.
Penyebab demensia yang tidak dapat dikendalikan meliputi faktor usia serta riwayat kesehatan keluarga, Misalnya, apabila ada salah satu anggota keluarga yang memiliki gangguan kognitif atau sindrom Down, maka Anda berisiko tinggi mengalami demensia di masa mendatang.
Sedangkan faktor penyebab demensia yang dapat dikendaikan meliputi depresi, sleep apnea, diabetes, hipertensi, serta berbagai kebiasaan buruk seperti merokok dan mengonsumsi alkohol.
Selain itu, ada beberapa kondisi lainnya yang juga dapat meningkatkan risiko demensia, seperti tumor dan cedera otak, penyakit Parkinson, Huntington, dan Creutzfeldt-Jakob.
Tanda dan gejala demensia
Penderita demensia biasanya mengalami banyak perubahan, baik pada segi kognitif maupun psikologis.
Pada segi kognitif, gejala demensia biasanya ditandai dengan menurunnya daya ingat, kesulitan berkomunikasi, sulit memecahkan masalah, serta sulit mengambil keputusan. Selain itu, penderita demensia juga sulit berkonsentrasi, sulit mengkoordinasikan anggota tubuh, dan sering merasa bingung.
Sedangkan jika dilihat dari segi psikologi, penderita demensia biasanya mengalami gejala depresi, gelisah, paranoid, dan mudah mengalami halusinasi. Demensia juga membuat penderitanya cenderung emosional hingga mengubah perilakunya.
Jika muncul tanda-tanda tersebut, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat. Demensia yang tidak segera ditangani akan semakin parah dan dapat menyebabkan komplikasi. Demensia yang semakin parah biasanya ditandai dengan kelumpuhan pada bagian tubuh, tidak mampu menahan keinginan kencing, hingga penurunan nafsu makan.
Baca Juga: Awas, Gigi Rontok Pada Lansia Bisa Jadi Gejala Demensia
Berbagai pengobatan demensia
Demensia merupakan golongan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun, pengobatan sejak dini tetap perlu dilakukan guna memperlambat gejala, sehingga tidak menimbulkan komplikasi.
Ada 3 cara mengobati demensia yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Obat-obatan
Pemberian obat-obatan untuk demensia disesuaikan untuk tiap-tiap gejala yang dialami. Misalnya, obat acetylcholinesterasi inhibitors diberikan untuk meredakan gejala penyaki Alzheimer ringan, lew bodies, dan halusinasi. Pasien juga dapat diberikan obat mematine yang berguna untuk meredakan reaksi kimia di otak.
Sementara obat antipsikotik dapat diberikan untuk meredakan perilaku agresif. Untuk obat antidepresan sendiri berikan untuk pasien demensia yang mengalami depresi, sehingga gejalanya bisa berkurang.
Selain itu, pengobatan demensia juga dapat dilakukan dengan memberikan suplemen yang mengandung vitamin E dan Omega 3. Pastikan untuk selalu mengikuti dosis dan aturan minum obat dari dokter agar hasilnya maksimal.
2. Terapi
Selain dengan obat-obatan, dokter dapat menganjurkan terapi untuk mengurangi dampak psikologis akibat demensia. Beberapa terapi yang dilakukan antara lain:
- Terapi stimulus kognitif dan orientasi realitas, untuk meningkatkan daya ingat dan kepercayaan penderita.
- Terapi perilaku, untuk mengendalikan perilaku yang muncul akibat depresi dan halusinasi.
- Terapi okupasi, untuk mengajarkan aktivitas sehari-hari yang aman.
- Terapi validasi, untuk menghindari depresi.
Beberapa terapi lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi demensia adalah terapi musik, aromaterapi, ataupun pijat.
Baca Selengkapnya: Yuk, Pertahankan Kesehatan Otak dengan 8 Cara Ini
3. Operasi
Operasi hanya dilakukan jika gejala demensia disebabkan oleh tumor otak, kerusakan otak, atau penyakit hidrosefalus. Jika tidak terjadi kerusakan otak, maka tindakan operasi tentu tidak perlu dilakukan.
Meskipun tidak bisa disembuhkan, gejala demensia tetap dapat dicegah. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah demensia, seperti menghindari cedera pada bagian kepala dan rajin melatih otak dengan bermain teka-teki. Yang terpenting, selalu terapkan melakukan pola hidup sehat dan pola makan sehat guna menghindari demensia.
Baca Selengkapnya: Cara Mengatasi Pikun yang Menjadi Gejala Demensia
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.