Katarak adalah kondisi menurunnya daya penglihatan. Katarak terjadi ketika lensa mata menjadi keruh, hal ini menyebabkan pandangan menjadi berkabut hingga akhirnya kehilangan kualitas penglihatan sama sekali. Katarak sering terjadi pada orang usia lanjut. Operasi pembedahan biasanya dilakukan sebagai tindakan pengobatan pada katarak.
Menurut penelitian yang dilakukan terdapat kurang lebih 21 juta jiwa warga mengidap katarak dalam usia lanjut per tahunnya, kondisi ini dikhawatirkan akan terus meningkat. Sebuah penelitian lainnya menemukan salah satu langkah alternatif untuk meminimalisir resiko terjangkit katarak adalah dengan mengatur pola makan dengan menu vegetarian.
Diet vegetarian terbukti mampu menurunkan resiko katarak. Orang-orang yang mengonsumsi daging, 40 persen lebih rentan terhadap katarak. Selain pola makan, gaya hidup semisal merokok dan sering terpapar sinar matahari secara langsung juga memperbesar resiko terkena katarak.
Berkaitan dengan diet rendah daging yang dilakukan terhadap 27.670 orang yang berpartisipasi secara sukarela di Eropa, ditemukan bukti nyata tentang pengaruh pola makan vegetarian benar adanya dalam berperan mengurangi resiko katarak. Para sukarelawan dikelompokkan sesuai dengan jumlah daging yang dikonsumsi.
- Kelompok I mengonsumsi daging sekitar 2,5 kg per minggu.
- Kelompok II mengonsumsi daging sekitar 0,11-2,5 kg per minggu.
- Kelompok III mengonsumsi daging kurang dari 0,11 kg per minggu.
- Kelompok IV mengonsumsi daging putih saja (ikan dan ayam).
- Kelompok V yang disebut vegetarian, tidak mengonsumsi daging sama sekali. Tapi makan produk susu dan telur.
- Kelompok VI yang disebut vegan, tidak mengonsumsi daging dan sumber makanan hewani sama sekali.
Ditemukan kondisi mata katarak lebih banyak menyerang orang-orang di kelompok I. Resiko terkena katarak ini berlaku untuk wanita maupun pria. Bagi anda yang khawatir dengan sapaan katarak, mungkin mengubah pola makan dengan menu-menu vegetarian atau vegan bisa menjadi salah satu jawaban alternatif. “Sehat itu enak kan, enak kan sehat.”
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.