DVT adalah singkatan dari Deep Vein Thrombosis atau adanya tombosis (bekuan darah) pada pembuluh darah vena bagian dalam yang berpotensi menimbulkan penyumbatan. Akibat dari adanya sumbatan, maka aliran darah yang melewati akan terganggu dan muncullah berbagai gejala seperti pembengkakan dan sebagainya.
Pembuluh darah pada manusia ada 2 macam yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah vena. Pembuluh darah arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh, membawa kadar oksigen dalam jumlah tinggi untuk dipakai dalam metabolisme jaringan. Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh darah yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung, membawa kadar karbondioksida dalam jumlah tinggi yang merupakan sisa metabolisme di jaringan.
ilustrasi pembuluh darah vena yang mengalami deep vein thrombosis (DVT)
Dalam dunia medis, letak pembuluh darah vena dibedakan menjadi 2 yaitu superficialis dan profunda. Pembuluh darah vena superficialis merupakan pembuluh darah yang tampak dari permukaan tubuh. Biasanya pada punggung telapak tangan, punggung telapak kaki, lipat siku dan sebagainya; karena lokasinya yang mudah terlihat maka pembuluh darah vena banyak dipakai untuk tempat suntik pengambilan darah, memasukan obat-obatan intravena dan sebagainya. Sedangkan pembuluh darah vena profunda, terletak lebih dalam dari permukaan tubuh. Pembuluh darah ini tidak dapat diraba dan tidak terlihat kasat mata.
Pada kelainan Deep Vein Thrombosis (DVT), terjadi sumbatan pada pembuluh darah vena profunda yang letaknya lebih dalam dari permukaan tubuh. Sumbatan sendiri terbentuk dari bekuan darah yang disebut sebagai thrombus. Akibat dari adanya sumbatan pada pembuluh darah vena tersebut, maka aliran darah yang melewati tersebut akan terganggu. Kelainan ini dapat timbul karena pengaruh obat-obatan yang mempercepat pembekuan darah atau tidak menggerakkan kaki dalam waktu lama, seperti contoh : pasca operasi, kecelakaan, atau perawatan dengan bed rest total.
Apa Faktor penyebab Deep Vein Thrombosis (DVT)?
Penyebab dari terbentuknya thrombus sehingga menyebabkan DVT antara lain vena statis, terjadinya aktivasi proses pembekuan darah, dan kerusakan pembuluh dara vena. Yang dimaksud dengan vena statis adalah kondisi dimana otot-otot dinding pembuluh darah vena diam dan katup-katup pembuluh darah vena tidak berfungsi dengan baik, sehingga bekuan-bekuan darah kecil tidak terbawa aliran darah dan menggumpal di suatu lokasi.
Faktor resiko terjadinya DVT meningkat pada kondisi sebagai berikut :
- Riwayat keturunan dengan gangguan pembekuan darah, sebagai contoh pembekuan darah lebih cepat dibandingkan orang normal.
- Bed rest total dalam jangka waktu lebih dari 3 hari, sebagai contoh kelumpuhan atau perawatan di rumah sakit. Kontraksi otot atau pergerakan dapat membantu sirkulasi darah lebih lancar, sebaliknya ketika tubuh lebih banyak diam maka kecendrungan trombosis akan meningkat.
- Trauma atau tindakan pembedahan besar dalam 1 bulan terakhir
- Kehamilan dan pasca melahirkan. Terutama pada kehamilan trimester akhir, dimana perut ibu semakin membesar, maka tekanan di tungkai bawah akan semakin meningkat.
- Kelebihan berat badan atau obesitas
- Merokok. Rokok dapat mempengaruhi proses pembekuan darah dan sirkulasi darah.
- Penyakit jantung, contohnya Acute Myocardial Infarction (AMI) dan Congestive Heart Failure (CHF)
- Usia. DVT dapat terjadi pada usia berapapun, namun resikonya meningkat pada lansia diatas 60 tahun.
- Adanya penyakit penyerta lain seperti stroke, sepsis, luka bakar, cidera saraf, gangguan autoimun, dan sebagainya.
- Beberapa jenis kanker atau terapi kanker tertentu dapat mengganggu proses pembekuan darah. Dari data yang didapat, 30% pasien kanker menderita DVT. Tindakan kemoterapi dapat meningkatkan resiko DVT karena mempengaruhi dinding endotel pembuluh darah, proses pembekuan darah, dan banyak terbentuk sisa-sisa sel tumor yang mati di dalam sirkulasi darah.
Apa Gejala DVT yang bisa kita amati?
Lokasi pembuluh darah vena yang dapat terkena DVT adalah di daerah kaki dan tangan, namun DVT lebih sering terjadi di kaki. Gejala dari DVT sangat bervariasi, dapat timbul dari tanpa gejala sama sekali atau bahkan timbul keluhan nyeri atau bengkak. Nyeri biasanya dirasakan pada daerah betis, seperti rasa kesemutan atau linu. Bengkak yang timbul biasanya hanya terjadi pada salah satu kaki yang terdapat thrombus, dan jarang sekali terjadi pada kedua kaki. Pembuluh darah vena yang tersumbat juga dapat mengalami inflamasi yang disebut phlebitis, tanda-tandanya adalah kemerahan dan nyeri saat disentuh, serta teraba hangat.
Untuk menegakkan diagnosis DVT, dokter akan melakukan anamnesa untuk mengetahui ada tidaknya faktor resiko serta pemeriksaan fisik. Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti USG, pemeriksaan laboratorium darah, venography, CT Scan atau MRI.
Bagimana Mengobati DVT?
Pada umumnya DVT dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Akan tetapi DVT dapat menjadi berbahaya dan menimbulkan komplikasi serius apabila bekuan darah tersebut terlepas, kemudian mengikuti aliran darah menyumbat sirkulasi darah pada organ-organ vital seperti paru-paru, jantung, atau otak.
Tujuan utama dari terapi DVT adalah untuk mencegah thrombus semakin besar, mencegah thrombus terlepas dan menyumbat daerah lain, setelah itu mencegah terjadinya DVT berulang. Terapi yang dapat dilakukan antara lain :
- Penggunaan obat-obatan antikoagulan (untuk mencegah pembekuan darah)
- Thrombolysis untuk menghancurkan bekuan darah yang sudah terbentuk
- Tindakan operasi
- Penggunaan stocking
Pada penggunaan obat-obatan DVT, harus selalu diperhatikan dan sesuai saran dokter, karena penggunaan yang tidak sesuai anjuran dapat menimbulkan resiko terjadinya perdarahan. Penanganan DVT secara tepat pada umumnya memberikan prognosis yang baik dan tidak menimbukan komplikasi apapun.
Beberapa langkah untuk mencegah terjadinya DVT :
- Perhatikan pola makan agar tidak terjadi kelebihan berat badan
- Hindari duduk yang terlalu lama. Usahakan berdiri atau jalan-jalan sebentar agar terjadi kontraksi dinding pembuluh darah vena
- Tidak merokok
- Olahraga yang teratur
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.