Di seputar kita, masih banyak orang yang meragukan manfaat susu untuk ibu hamil. Dasar keraguan mereka, kadang hanya berasal dari mitos yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. Sayangnya, kadang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu, disebarkan, beredar luas, dan berpotensi membingungkan para Ibu. Nah, supaya ibu hamil tidak bingung mana yang mitos dan mana yang fakta mengenai susu ibu hamil, telusuri kebenarannya di sini.
Mitos dan fakta seputar susu ibu hamil
Mitos 1: Susu ibu hamil membuat bayi besar
Fakta: Tidak benar. Bayi besar karena ibu kelebihan kalori. Kebutuhan kalori ibu hamil 2400 kkal per hari. Namun, sering kali Anda mengonsumsi makanan tinggi kalori namun rendah nutrisi, seperti junk food atau kue manis.
Itulah yang bikin Anda gemuk dan bayi besar. Jangan berhenti minum susu sebab kandungan nutrisinya penting bagi kehamilan.
Mitos 2: Susu ibu hamil bikin mual
Fakta: Indera penciuman ibu hamil memang sensitif, terutama di trimester pertama, sehingga bisa mual saat mencium bau susu. Tapi, susu Mama hamil kini tersedia dalam berbagai pilihan rasa, bahkan diberi madu dan jahe untuk atasi mual akibat morning sickness.
Mitos 3: Lebih baik minum susu kedelai
Fakta: Tidak benar. Susu sapi lebih baik dari susu kedelai. Susu sapi mengandung protein hewani yang kandungan asam amino esensialnya lengkap. Meski susu kedelai memiliki kandungan zat besi lebih tinggi dari susu sapi, tapi juga mengandung asam nitrat yang menghambat penyerapan zat besi.
Mitos 4: Jika minum susu kedelai, bayi bersih tanpa lemak saat lahir
Fakta: Tidak benar. Susu kedelai memang lebih rendah lemak dibanding susu sapi, tapi tidak membuat bayi bersih tanpa lemak. Adanya lemak dipengaruhi lemak di tubuh Mama yang didapat dari makanan dan minuman.
Mitos 5: Kulit bayi putih karena susu kedelai
Fakta: Tidak benar. Warna kulit bayi ditentukan faktor genetis. Melanin atau pigmen warna di kulit tidak berubah jadi putih meski Mama hamil banyak minum susu kedelai.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.