Penyebab dasar terjadinya leukemia memang belum dapat diketahui secara pasti. Meski demikian, ada beberapa kondisi yang diduga menjadi pemicu terbentuknya sel-sel leukemia dalam tubuh. Apa saja itu? Simak berbagai faktor risiko leukemia berikut ini.
Inilah berbagai faktor risiko leukemia yang harus diwaspadai!
Leukemia adalah suatu bentuk kanker yang bermula dari kelainan sel darah putih dan berkembang menjadi sangat banyak sehingga mengganggu fungsi sel darah yang lain, yakni sel darah merah dan trombosit.
Gejala pertama yang mungkin dirasakan adalah kelelahan juga sakit kepala akibat anemia atau penurunan sel darah merah. Lambat laun, akan timbul pula perdarahan pada kulit berupa memar/lebam atau perdarahan pada gusi, retina maupun berupa mimisan. Hingga pada akhirnya, akan terjadi infeksi berulang atau benjolan tumor sebagai pertanda semakin banyaknya sel leukemia yang berkembang.
Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung dengan begitu cepat atau secara bertahap, bergantung pada jenis leukemia yang dialami. Untuk pemahaman lebih jelas, silahkan baca Mengenal Gejala Leukemia (Kanker Darah Putih) Sesuai Jenisnya
Ada berbagai faktor risiko yang telah diidentifikasi para ahli dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terserang leukemia. Tiap-tiap jenisnya mungkin memiliki faktor risiko yang sama maupun berbeda satu dengan lainnya. Perhatikan uraian lengkapnya berikut ini:
1. Faktor Risiko Leukemia Limfositik Akut (Acute Lymphocytic Leukemia, ALL)
Ada beberapa faktor risiko untuk leukemia limfositik akut (ALL), diantaranya:
- Paparan Radiasi. Berada pada daerah dengan tingkat radiasi yang tinggi, seperti pada kasus bom atom Jepang atau kecelakaan pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl dapat meningkatkan risiko leukemia ALL. Biasanya terjadi dalam 6-8 tahun setelah terpapar. Pengobatan dengan kemoterapi dan radiasi, serta pemeriksaan X-ray selama kehamilan turut berperan sebagai faktor risiko.
- Eksposur bahan kimia tertentu. Misalnya seperti paparan bahan kimia benzena atau bahan pelarut yang digunakan dalam industri karet, kilang minyak, produk pembersih, deterjen, manufaktur sepatu, dll.
- Infeksi virus tertentu. Infeksi human T-cell lymphoma dapat menyebabkan leukemia limfositik akut T-cell yang jarang ditemukan. Kasusnya sebagian besar ditemukan di Jepang dan Karibia. Sementara itu di Afrika, virus Epstein-Barr (EBV) diketahui terkait dengan limfoma Burkitt dan subtipe leukemia limfositik akut.
- Sindrom yang diwariskan. Beberapa jenis sindrom yang diturunkan dengan perubahan genetik dan terkait erat dengan risiko ALL, diantaranya seperti sindrom Down, sindrom Klinefelter, anemia Fanconi, sindrom Bloom, ataxia-teleangiectasia dan neurofibromatosis.
- Ras/etnis. Leukemia jenis ini lebih sering terjadi pada orang kulit putih, alasan pastinya tidak begitu jelas.
- Jenis kelamin. Pria lebih berisiko mengalami leukemia limfositik akut dibandingkan wanita.
Faktor-faktor lainnya yang masih terus diteliti lebih jauh kaitannya dengan ALL meliputi, paparan medan elektromagnetik (seperti tinggal di dekat jaringan listrik), sering terpapar solar, bensin, pestisida dan bahan kimia tertentu lainnya, merokok, paparan pewarna rambut dan memiliki saudara kembar identik dengan ALL.
2. Faktor Risiko Leukemia Mielogen Akut (Acute Myelogenous Leukemia, AML)
Ada beberapa faktor risiko untuk leukemia limfositik akut (AML), diantaranya:
- Usia. Meski dapat terjadi pada usia berapapun, AML lebih umum terjadi pada dewasa usia pertengahan dan dewasa lebih tua.
- Jenis kelamin. AML lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.
- Merokok. Satu-satunya faktor risiko gaya hidup yang terkait erat dengan AML adalah merokok. Zat-zat penyebab kanker yang terkandung dalam rokok dan diserap oleh paru-paru dapat menyebar melalui aliran darah menuju ke banyak bagian tubuh dan memengaruhi sel-sel didalamnya.
- Bahan kimia tertentu. Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia tertentu seperti benzena dan formaldehida dapat meningkatkan risiko terjadinya leukemia mielogen akut.
- Obat kemoterapi. Beberapa jenis obat kemoterapi yang terkait dengan peningkatan risiko AML, yakni jenis agen alkilasi (alkylating agents) seperti siklofosfamid, mechlorethamin, prokarbazin, klorambusil, melfalan, busulfan, carmustine, cisplatin & carboplatin dan jenis inhibitor topoisomerse II seperti etoposide, teniposide, mitoxantrone, epirubicin & doxorubicin.
- Paparan radiasi. Paparan radiasi tingkat tinggi seperti ledakan nuklir dan yang lebih rendah seperti tes pencitraan dengan sinar X terkait dengan risiko terjadinya AML, terutama pada mereka yang masih berada di usia dini.
- Menderita kelainan darah tertentu. Seseorang dengan kelainan darah tertentu seperti mieloproliferatif kronis (polisitemia vera, trombositemia esensial & mielofibrosis idiopatik) dan sindrom mielodisplasia lebih berisiko mengalami leukemia limfositik akut. Risiko akan semakin meningkat jika kelainan darah ini diobati dengan kemoterapi dan radiasi.
- Memiliki sindrom genetik. Beberapa sindrom yang disebabkan oleh mutasi genetik yang dapat meningkatkan risiko AML, diantaranya seperti anemia Fanconi, sindrom Bloom, ataxia-telangiectasia, anemia Diamond-Blackfan, sindrom Schwachman-Diamond, sindrom Li-Fraumeni, neurofibromatosis tipe 1 dan neutropenia kongenital berat (sindrom Kostmann), sindrom Down dan trisomy 8 mosaicism syndrome (T8mS).
- Riwayat keluarga. Seseorang yang memiliki kerabat dekat seperti orang tua, saudara laki-laki, atau saudara perempuan dengan AML lebih berisiko menggembangkan AML dikehidupannya.
3. Faktor Risiko Leukemia Limfositik Kronis (Chronic Lymphocytic Leukemia, CLL)
Terdapat sedikit faktor risiko leukemia limfositik kronis (CLL), diantaranya:
- Usia. Lebih sering menyerang dewasa lebih tua, yakni di atas 55 tahun. Sekitar 9 dari 10 orang dengan CLL berusia diatas 50 tahun.
- Eksposur kimia tertentu. Paparan Agen Orange (sebutan senjata kimia pada Perang Vietnam) dan paparan jangka panjang terhadap herbisida, pestisida dan gas radon dapat meningkatkan risiko terjadinya leukemia limfositik kronis (CLL).
- Riwayat keluarga. Kerabat tingkat pertama (orang tua, saudara kandung atau anak-anak) dari penderita CLL memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami hal serupa.
- Jenis kelamin. Pria lebih berisiko mengalaminya dibandingkan wanita.
- Ras/etnis. Leukemia limfositik kronis lebih umum terjadi di Amerika Utara dan Eropa dibandingkan di negara-negara Asia.
Risiko CLL tampaknya tidak terkait dengan merokok, diet dan infeksi tertentu.
4. Faktor Risiko Leukemia Mielogen Kronis (Chronic Myelogenous Leukemia, CML)
Sebagian besar kasus leukemia mielogen kronis (CML) kurang begitu diketahui secara jelas faktor risiko penyebabnya. Satu-satunya faktor yang dicurigai adalah paparan radiasi tingkat tinggi. Tidak ada faktor risiko lain yang terbukti dapat menyebabkan terjadinya CML.
Risiko terjadinya leukemia mielogen kronis juga tak terkait dengan kebiasaan buruk seperti merokok dan pola makan yang buruk, paparan bahan kimia, infeksi maupun riwayat keluarga. Meski demikian, tetaplah berfokus pada gaya hidup sehat dan segera lakukan pemeriksaan diri ke dokter bila mengalami beberapa gejala yang mungkin tak biasa.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.