Histerektomi: Kegunaan, Jenis, Efek Samping

Dipublish tanggal: Feb 22, 2019 Update terakhir: Okt 12, 2020 Tinjau pada Jun 13, 2019 Waktu baca: 4 menit
Histerektomi: Kegunaan, Jenis, Efek Samping

Histerektomi adalah suatu tindakan operasi untuk mengangkat uterus pada wanita. Uterus atau yang biasa disebut dengan rahim adalah salah satu organ yang ada sistem reproduksi wanita yang berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin selama kehamilan.

Histerektomi menempati urutan nomer 2 tindakan operasi yang paling sering dilakukan pada wanita. Adapun di uritan pertama tindakan operasi yang paling sering dilakukan pada wanita adalah operasi Caesar. Tahukah Anda, dalam satu tahun, hampir 500.000 wanita di Amerika Serikat menjalani histeresktomi. Sedangkan di Indonesia penulis belum menemukan datanya.

Kegunaan Histerektomi

Pertimbangan untuk dilakukannya tindakan histerektomi tentu tidaklah mudah. Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan dokter untuk menyarankan histerektomi antara lain pada kasus:

  • Fibrosis uterus
  • Nyeri daerah panggul yang bersifat kronis
  • Perdarahan vaginal yang tidak terkontrol
  • Adanya kanker pada daerah uterus, cervix, atau ovarium (Baca: Kanker rahim, kanker serviks)
  • Infeksi berat pada organ-organ di daerah panggul, terutama yang mengenai sistem reproduksi
  • Prolaps uterus, dimana uterus jatuh kebawah di daerah cervix dan menonjol sampai ke vagina
  • Endometriosis yaitu jaringan endometrium yang tumbuh keluar ke rongga uterus, sehingga menyebabkan nyeri dan perdarahan.

Penyebab paling sering dilakukannya tindakan histerektomi adalah terjadinya fibrosis uterus. Pada kondisi ini, terjadi pertumbuhan jaringan uterus yang bersifat jinak, namun penyebabnya masih belum diketahui. Indikasi utamanya adalah ketika uterus yang membesar, seperti usia kehamilan 3 bulan, merasa tertekan di rongga perut, nyeri, perdarahan terus menerus sampai terjadi anemia.

Mengenal Jenis-Jenis Histerektomi

Ada 3 jenis operasi histerektomi, yaitu Histerektomi parsial, total, danHisterektomi disertai Salphingo-Oophorectomy. Pemilihan jenis histerektomi yang akan dilakukan disesuaikan dengan kondisi medis pasiennya.

  • Histerektomi parsial (sebagian). Pada tindakan ini hanya diangkat bagian uterusnya saja, sedangkan mulut rahim atau cervix masih tetap ada.
  • Histerektomi total. Pada tindakan ini, uterus sampai cervix diangkat seluruhnya. Merupakan jenis histerektomi yang paling sering dilakukan.
  • Histerektomi dan Salphingo-Oophorectomy. Pada tindakan ini, selain seluruh uterus diangkat, kedua indung telur dan tuba fallopi juga diangkat. Indung telur atau ovarium merupakan organ reproduksi yang menghasilkan hormon esterogen, sedangkan tuba fallopi adalah saluran yang membawa sel telur ke uterus.

Pasien yang sudah menjalani operasi pengangkatan rahim ini tidak lagi dapat menstruasi dan tidak dapat hamil lagi. Oleh karena itu pemilihan tindakan ini harus juga mempertimbangkan aspek sosial, terutama apabila wanita masih ingin memiliki anak.

Sedapat mungkin diberikan terapi menggunakan obat-obatan dan merubah pola hidup untuk meghindari tindakan pengangkatan rahim, daripada menggunakan terapi invasif seperti pembedahan. Beberapa alternatif tindakan yang dapat dilakukan seperti :

  • pemberian terapi hormon untuk mengatasi beberapa penyakit yang bukan kanker.
  • Pembuangan sebagian jaringan myometrium uterus juga dapat dilakukan untuk mengatasi masalah perdarahan vaginal yang berlebihan.
  • Senam Kegel untuk mengatasi masalah prolapse uteri, dimana senam Kegel dapat membantu memperkuat otot-otot panggul.

Akan tetapi pada kasus kanker uterus dan ovarium, tindakan histerektomi tetap menjadi pilihan yang terbaik.

Walaupun uterus sudah diangkat dan kedua ovarium tetap dipertahankan, kedua ovarium yang tersisa masih mampu menghasilkan hormon estrogen. Wanita sudah tidak bisa menstruasi tetapi belum memasuki fase menopause (tidak merasakan gejala-gejala menopause). Fase menopause pada kondisi ini dapat terjadi di usia yang lebih muda yaitu sebelum 50 tahun.

Tidak diangkatnya kedua ovarium pada tindakan histerektomi dapat dilakukan dengan alasan medis apabila kondisi ovarium masih baik, dan usia pasien masih produktif (masih menstruasi). Dengan diangkatnya kedua ovarium maka produksi hormon esterogen berkurang, hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung dan osteoporosis. Oleh karena itu apabila kedua ovarium diangkat maka pasien harus menggunakan obat terapi hormon untuk menggantikan hormon estrogennya. Secara otomatis, apabila kedua ovarium diangkat, maka wanita akan mengalami gejala-gejala menopause.

Gejala-gejala menopause yang dapat dirasakan oleh wanita antara lain : daerah vagina yang terasa kering, keringat malam, mood yang mudah berubah-ubah, gangguan tidur, penambahan berat badan,, metabolisme menurun, rambut rontok, kulit kering, payudara mulai mengendur, dan sebagainya.

Pasien yang sudah melakukan histerektomi total sudah tidak perlu melakukan pemeriksaan Pap Smear karena cervix sudah ikut diangkat, namun apabila cervix tidak ikut diangkat maka pemeriksaan Pap Smear harus tetap dilakukan secara rutin untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda keganasan di daerah cervix.

Resiko dan Efek Samping Histerektomi

Setiap dari tindakan medis tentu memiliki resiko tersendiri, begitu pula dengan histerektomi walaupun sebenarnya prosedur operasi ini cukup aman. Resiko yang mungkin terjadi dari tindakan histerektomi adalah :

  • Efek samping dari penggunaan obat anestesi
  • Perdarahan atau terjadinya infeksi pada bekas sayatan
  • Walaupun jarang terjadi, histerektomi dapat menimbulkan komplikasi pada organ disekitar uterus seperti usus, kandung kemih, dan pembuluh darah yang mungkin dibutuhkan operasi ulang untuk memperbaiki kondisinya.
  • Nyeri kronis
  • Inkontinensia urin, dimana pasien tidak lagi dapat menahan ingin buang air kecil dan akhirnya ngompol tanda disadari.
  • Terbentuk fistula atau lubang antara vagina dengan kandung kemih

Setelah tindakan histerektomi, biasanya pasien akan tetap dirawat selama 2 – 5 hari untuk dipantau tanda-tanda vital dan juga nyeri yang mungkin timbul. Secepat mungkin pasien diusahakan untuk mulai berjalan perlahan-lahan, karena dengan berjalan akan membantu mencegah proses pembekuan darah di kaki.

Setelah pulang ke rumah pun, pasien harus tetap berlatih berjalan. Akan tetapi beberapa kegiatan yang harus dihindari diantaranya mendorong atau menarik benda berat, mengangkat barang, berhubungan seksual selama 6 minggu.


4 Referensi
Tim Editorial HonestDocs berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat kepada pembaca kami. Kami bekerja dengan dokter dan praktisi kesehatan serta menggunakan sumber yang dapat dipercaya dari institusi terkait. Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang proses editorial kami di sini.

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Buka di app