Istilah nyinyir tidak asing lagi jaman sekarang. Hal tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Mulai dari membicarakan teman kerja yang terlihat lebih subur setelah menikah, memberikan komentar di kolom sosial media seseorang yang dianggap berpakaian kurang sopan, bahkan membicarakan isu-isu negatif seperti perselingkuhan seseorang.
Fenomena nyinyir ini semakin heboh. Sebenarnya apa yang terjadi dengan fenomena ini ? Mengapa nyinyir lebih dikaitkan dengan perempuan daripada laki-laki ?
Mengapa sesama perempuan suka nyinyir ?
Penelitian gabungan oleh University of Ottawa dan McMaster University di Kanada mengungkapkan, sebagian besar perempuan merasa terancam oleh perempuan lain yang lebih unggul dari dirinya, mulai dari fisik, material maupun kesuksesannya.
Hal ini menyebabkan timbulnya pertahanan diri atau self defense yang beragam, seperti memasang muka jutek, konfrontasi verbal maupun fisik.
Peneliti mengamati, partisipan mereka memberikan reaksi yang berbeda ketika dihadapkan pada perempuan dengan penampilan yang sangat berbeda. Satu dengan penampilan sangat seksi, sedangkan satunya lagi bisa dibilang dengan penampilan lebih cupu dan tidak menarik.
Padahal sebenarnya, kedua perempuan ini adalah orang yang sama.
Reaksi yang sangat berbeda saat dihadapkan pada kedua perempuan tadi sangat jelas. Partisipan memberikan pandangan merendahkan dan melakukan bisik-bisik cibiran ketika mereka dihadapkan dengan perempuan berpenampilan seksi.
Bahkan, mereka tidak hanya berbisik pada teman mereka tetapi juga berusaha membangun pertemanan dengan perempuan asing yang sebelumnya tidak mereka kenal melalui bisik-bisik tadi.
Setelah perempuan berpenampilan seksi tadi pergi dari ruangan, para partisipan menertawakan dan mengomentarinya dengan perkataan yang tidak baik.
Sedangkan ketika perempuan yang sama dengan penampilannya yang lebih cupu dan tidak menarik memasuki ruangan, tak ada satupun dari partisipan mengomentari atau memandang rendah perempuan tersebut.
Peneliti meyakini, yang terjadi dalam percobaan tersebut mencerminkan kenyataan. Perempuan mengikuti insting primitif mereka dengan melakukan self defense berupa mengeliminasi kompetisi.
Tahukah anda, nyinyir adalah pelampiasan kompetitif perempuan dari zaman purba
Tinjauan literatur oleh Tracy Vaillancourt pada tahun 2013 menemukan, kegiatan nyinyir yang dilakukan oleh perempuan adalah upaya untuk mengangkat nilai dirinya supaya dianggap lebih menarik daripada perempuan lain yang menjadi saingannya.
Di zaman sekarang, lingkungan sosial dan media membentuk pemikiran masyarakat bahwa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sukses dan jodoh yang baik, seorang perempuan haruslah berparas cantik dan berpenampilan semenarik mungkin.
Perempuan menyadari, apabila mereka ingin dilihat serta dihargai oleh lingkungan sosial, terutama pria, mereka harus bersaing dengan dengan perempuan lain.
Dari pemikiran tersebutlah, sebagian perempuan berupaya memanfaatkan kecantikan parasnya dan penampilannya yang menarik untuk mendapatkan apa yang dia mau. Walaupun sebenarnya hal tersebut tidaklah salah. Sehingga para perempuan yang berada di luar 'kategori' tersebut menjadi iri hati dan juga cemburu.
Sejak zaman dahulu, alam bawah sadar para perempuan yang berevolusi mendorong mereka untuk berupaya melakukan self defense. Sehingga sifat agresif mereka menjadi dominan dan akan membuat mereka merasa aman sekaligus menyingkirkan saingan mereka secara tidak langsung.
Jika zaman purba dulu, perempuan bahkan hingga terlibat aksi bunuh untuk memenangkan pujaan hatinya, zaman sekarang perempuan bersaing dengan adu mulut dan komentar pedasnya di kolom sosial media.
Nyinyir adalah bentuk rentannya kepercayaan diri perempuan
Karakter kompetitif dan kepercayaan diri merupakan hal yang sudah tumbuh sejak kecil, terutama pada pria. Perempuan juga secara alamiah memilikinya. Namun, karakter tersebut seringkali dianggap tidak terlalu penting bagi kaum perempuan.
Anak laki-laki menumbuhkan karakter tersebut dengan kegiatan olahraga dan akademis. Dimana mereka bersaing dan mengalahkan saingan mereka tanpa merasa bersalah, karena menganggap kemenangan hanya bagian kecil dari permainan.
Mereka terbiasa dengan kompetisi dan tetap bisa menjaga pertemanan seusainya. Karena mereka menganggap hal tersebut sebagai upaya perekat solidaritas.
Berbeda sekali dengan perempuan, mereka mendapat didikan bahwa berkompetisi adalah kehidupan laki-laki, bukan mereka. Ketika kompetisi muncul, maka sifat agresi yang tidak dapat tersalurkan dengan hal positif akan terbendung dan meracuni diri mereka.
Sehingga, yang seharusnya menjadi persaingan sehat, telah berubah menjadi adu nyinyir. Hal ini terjadi dari campuran perasaan bersalah juga malu , merasa cemburu dan menginginkan perempuan saingannya gagal dan sebagai upaya untuk menghindari terjadinya balas dendam.
Padahal sebenarnya hal tersebut merupakan bentuk untuk menutupi perasaan khawatir, cemas, dan ketakutan akan kesuksesan saingannya.
Menariknya adalah ketika pertemanan terjadi antara pria dan perempuan, kompetisi ini tidak muncul. Sangat jarang perempuan nyinyir pada pria. Tapi tentu tidak semua perempuan nyinyir. Bagaimana dengan Anda ?
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.