Apakah perut Anda terasa mulas dan kembung setelah minum susu? Apakah gejala tersebut berlanjut menjadi diare? Jika demikian, mungkin itu adalah gejala intoleransi laktosa atau kebanyakan orang menyebutnya sebagai alergi susu, padahal dua hal ini merupakan kondisi yang berbeda.
Apa Itu Intoleransi laktosa?
Intoleransi laktosa adalah suatu kondisi ketika seseorang tidak bisa mencerna makanan yang mengandung laktosa di dalamnya. Laktosa adalah gula dengan bentuk sederhana yang ditemukan dalam susu dan makanan yang terbuat dari susu. Seseorang tidak bisa mencerna laktosa karena usus kecilnya tidak memiliki cukup enzim yang disebut laktase untuk mengubahnya menjadi sumber energi.
Gejala Intoleransi Laktosa
Gejala intoleransi laktosa biasanya mulai terasa dalam waktu 30 menit sampai 2 jam setelah makan atau minum produk yang mengandung laktosa. Gangguan pencernaan intoleransi laktosa ini juga dapat terjadi pada orang tua atau lansia yang cenderung mengalami penurunan produksi enzim laktase.
Beberapa gejala Intoleransi laktosa yang dapat dialami, antara lain:
- Diare
- Mual
- Perut kram
- Perut kembung
- Sering buang gas
Baca juga: 5 Tanda dan Gejala Intoleransi Laktosa
Cara Menghindari Gejala Intoleransi Laktosa
Apa yang harus dilakukan jika mengalami Intoleransi laktosa? Meski kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman, tetapi kondisi ini masih bisa diatasi dengan mudah.
Caranya dengan menghindari makanan atau minuman yang mengandung laktosa serta mengonsumsi obat pengganti laktase jika memang ingin mengonsumsi produk berbahan laktosa.
1. Hindari makanan yang mengandung laktosa
Salah satu cara untuk menghindari gejala Intoleransi laktosa adalah dengan tidak mengonsumsi makanan ataupun minuman yang mengandung laktosa, seperti pada umumnya adalah susu. Perhatikan pula jenis kandungan yang terdapat pada label kemasan produk dan carilah yang tidak mengandung laktosa atau lactose free.
Selain susu, laktosa biasanya terdapat dalam produk olahan lain, seperti es krim, mentega, margarin, krim, keju, yogurt. Tak hanya itu, beberapa makanan juga mungkin mengandung laktosa, seperti roti panggang, sereal, campuran kue, cookies, dan biskuit, serta kentang dan sup instan.
2. Konsumsi tablet laktase
Jika berkeinginan untuk mengonsumsi produk berbahan dasar laktosa, Anda dapat mengakalinya dengan mengonsumsi obat laktase. Obat laktase yang banyak tersedia dalam bentuk tablet ini dapat diminum sebelum makan. Manfaat tablet ini dapat digunakan sebagai pengganti enzim laktase pada saluran cerna.
3. Cari produk yang rendah laktosa
Pilihan lain untuk mencegah gejala intoleransi laktosa adalah dengan minum susu rendah laktosa. Jenis susu ini umumnya memiliki kandungan yang sama, seperti kalsium dan vitamin D, tetapi mengandung lebih sedikit laktosa sehingga tidak terlalu membuat mual atau kembung setelah diminum. Beberapa jenis susu yang dapat dikonsumsi adalah susu kedelai dan susu almond. Pastikan kebutuhan kalsium Anda tetap terpenuhi meski tak bisa minum susu tinggi laktosa.
Baca juga: Cara Mendeteksi Intoleransi Laktosa melalui Tes Pemeriksaan
Perbedaan Intoleransi Laktosa dengan Alergi Susu
Seperti telah disinggung di atas, gangguan intoleransi laktosa seringkali disamakan dengan alergi susu. Padahal nyatanya intoleransi laktosa tidaklah sama dengan alergi susu.
Jika intoleransi laktosa terjadi akibat ketidakmampuan tubuh terutama enzim laktase untuk mengubah laktosa menjadi bentuk gula sederhana glukosa dan galaktosa, sedangkan alergi susu terjadi karena sistem imun tubuh memproduksi histamin secara berlebihan sebagai respon terhadap alergen.
Pada intoleransi laktosa, gejala seperti mual, perut kembung, diare, dan kram perut biasanya terjadi setelah 30 menit hingga beberapa jam setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa. Sementara itu, gejala alergi susu akan terjadi lebih cepat yakni tepat setelah seseorang minum susu dan tak hanya menimbulkan gangguan pencernaan, tetapi bisa berupa ruam kemerahan, pusing, hingga sesak napas.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.