Ketika ada seseorang yang mengalami kejang atau epilepsi, pemberian obat jenis psikotropika atau obat penenang seperti Clobazam mungkin bisa menjadi pilihan. Namun, pemberian obat juga tidak boleh sembarangan karena harus disesuaikan dengan dosis dan keperluan pengobatan.
Clobazam obat apa?
Clobazam adalah obat golongan benzodiazepine yang umumnya digunakan untuk mengobati kejang atau epilepsi dan diberikan bersamaan dengan obat lainnya. Obat Clobazam sendiri memiliki sifat antikonvulsan yang dapat memberikan efek anti kejang.
Beberapa merk obat Clobazam adalah:
- Asabium
- Anxibloc
- Clobazam
- Frisium
- Proclozam
Cara kerja obat Clobazam ini terjadi pada otak dan sistem saraf pusat yang bertujuan untuk memberikan efek rileks atau menenangkan pada tubuh.
Obat Clobazam yang termasuk obat golongan benzodiazepine bekerja dengan meningkatkan efek bahan kimia alami tertentu yang ada di dalam tubuh, yakni GABA (Gamma Aminobutyric Acid).
Clobazam umumnya tersedia dalam kemasan tablet dan hanya bisa dibeli menggunakan resep dokter dengan dosis yang tepat demi keberhasilan pengobatan. Clobazam bisa dikonsumsi kapan saja, baik sebelum atau sesudah makan, maupun bersamaan dengan makanan.
Clobazam adalah obat keras yang termasuk dalam obat psikotropika yang hanya boleh digunakan dalam pengawasan dokter karena dapat menimbulkan ketergantungan bahkan kecanduan obat. Selain antikonvulsan (anti kejang), Clobazam juga bersifat ansiolitik (anti cemas), amnestik (daya ingat), dan relaksasi otot.
Baca juga: Kenali Epilepsi dari Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya
Manfaat obat Clobazam
Manfaat utama penggunaan obat Clobazam adalah untuk membantu mengobati kondisi kejang pada penderita epilepsi. Dikarenakan Clobazam termasuk dalam golongan obat penenang jenis Benzodiazepine, maka penggunaan obat Clobazam juga seringkali digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan parah.
Namun, Clobazam juga terkadang disalahgunakan sebagai obat tidur dalam mengatasi gangguan insomnia atau sulit tidur.
Efek samping obat Clobazam
Beberapa efek samping umum yang mungkin terjadi dari penggunaan obat Clobazam adalah:
- insomnia
- mual dan muntah
- sembelit
- demam
- batuk kering
- mudah gelisah
- masalah keseimbangan tubuh
- penurunan nafsu makan
Kondisi tersebut tidak selalu terjadi, tetapi jika mengalami rasa tidak nyaman akibat efek samping Clobazam atau tak kunjung membaik, segera konsultasikan hal itu dengan dokter Anda.
Yang perlu diperhatikan saat menggunakan obat Clobazam
Hindari penggunaan obat Clobazam pada pasien dengan kondisi meliputi penyakit psikosis, gangguan fungsi hati dan ginjal kronis, insufisiensi pernapasan, miastenia gravis, sindrom sleep apnea, depresi, orang lanjut usia, maupun anak-anak.
Clobazam tidak dianjurkan untuk dikonsumsi bersamaan dengan alkohol karena dapat menimbulkan interaksi obat, menyebabkan efek samping, dan menurunkan efektivitas obat.
Begitupun dengan penggunaan bersama obat lain seperti obat antidepresan, kontrasepsi hormonal, fluconazole, omeprazole, cimetidine, erythromycin ataupun obat antikonvulsan lainnya.
Cara menghentikan penggunaan Clobazam
Jangan menghentikan penggunaan obat mengonsumsi Clobazam secara mendadak atau sembarangan tanpa berkonsultasi dengan dokter. Penghentian penggunaan obat bisa dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap.
Jika penggunaan obat Clobazam dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan beberapa risiko, seperti halusinasi, gelisah, sulit berkonsentrasi, penglihatan kabur, nyeri otot, tremor, psikosis, hingga terjadi perubahan perilaku.
Baca juga: Alprazolam, Obat Penenang yang Tidak Boleh Sembarang Dikonsumsi
Apakah Clobazam aman untuk ibu hamil dan ibu menyusui?
Penggunaan obat Clobazam pada ibu hamil maupun ibu menyusui harus digunakan dengan sangat hati-hati dan hanya boleh diberikan dengan pengawasan ketat dari dokter. Clobazam hanya boleh diberikan jika manfaat obat lebih besar dibandingkan dengan resikonya.
Selain itu, ada kemungkinan Clobazam bisa terserap ke dalam ASI sehingga harus dipertimbangkan dengan matang penggunaan obat Clobazam pada ibu menyusui.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.