Dalam dunia psikologi, dikenal dua jenis emosi yang saling bertolak belakang ada pada diri manusia, yakni pesimis dan optimis. Kita pasti lebih mengenal optimis sebagai emosi positif yang harus dimiliki setiap orang ketika menjalani aktivitas dalam kehidupan.
Sebaliknya sikap pesimis selalu dikaitkan dengan emosi negatif karena dipercaya sebagai alasan yang membuat orang tidak mau bergerak maju karena tidak yakin terhadap hasilnya.
Meski begitu, ternyata tidak setiap perasaan pesimis merupakan hal yang buruk. Sebaliknya, ternyata perasaan pesimis juga memiliki sisi positif dan negatifnya.
Ketahui lebih lanjut mengenai perasaan pesimis positif (Defensif Pesimis)
Perasaan pesimis diartikan sebagai pemikiran ataupun perasaan yang kerap dilanda seseorang bahwa akan terjadi hal-hal yang tidak baik ataupun kemungkinan munculnya hal yang tidak diinginkan atas suatu peristiwa.
Pemikiran yang mengarahkan seseorang untuk kemudian berpikir bahwa akan terjadi hal buruk meski kita telah mempersiapkan segala sesuatunya adalah pesimis. Meski sering dianggap emosi negatif karena cenderung membuat orang tidak percaya diri bahkan tidak mau bergerak maju, namun tidak semua pesimis bersifat buruk.
Ada perasaan pesimis yang justru dapat mendatangkan kebaikan. Perasaan pesimis positif ini disebut sebagai defensif pesimis. Mengapa defensif pesimis disebut sebagai emosi pesimis yang baik?
Hal ini dikarenakan emosi defensif pesimis akan membuat seseorang memikirkan segala kemungkinan terburuk yang dapat terjadi sembari memikirkan solusi ataupun pencegahan masalah untuk mengatasi kemungkinan terburuk tersebut. Hal positif yang diraih dari sifat defensif pesimis adalah:
Akan menyiapkan rencana tambahan
Dengan berpikir bahwa rencana atas suatu peristiwa bisa saja tidak berjalan sebagaimana mestinya, seorang yang defensif pesimis tidak akan langsung berhenti kemudian membatalkan rencananya.
Seorang defensif pesimis akan menyikapinya dengan memikirkan berbagai rencana tambahan yang mungkin bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan di masa mendatang.
Ketika permasalahan terkait hubungan, maka defensif pesimis akan memiliki hubungan yang lebih langgeng
Ketika menjalani sebuah hubungan anda terlalu berlebihan dalam bersikap optimis, maka dikhawatirkan anda tidak siap ketika dihadapkan oleh berbagai macam permasalahan yang muncul di kemudian hari. Patut disadari bahwa hidup ini tidak mungkin berjalan mulus-mulus saja.
Termasuk di dalamnya dalam menjalani hubungan tentunya akan menemui berbagai macam permasalahan. Pada seseorang yang bersikap defensif pesimis, maka mereka sedari awal sudah memikirkan beragam masalah yang bisa saja muncul ketika menjalani hubungan.
Dengan memikirkan berbagai permasalahan tersebut, seorang defensif pesimis sudah siap dan bahkan mungkin sudah memikirkan cara penyelesaiannya.
Lebih mempersiapkan rencana kesehatan
Menurut sebuah penelitian diketahui bahwa seseorang yang memiliki sifat optimis tanpa diimbangi dengan sikap defensif pesimis akan memandang remeh masalah kesehatan yang bisa saja diderita di masa depan.
Mereka akan berpikiran bahwa mereka selamanya tidak akan pernah sakit dan sebagainya. Padahal penyakit itu bisa saja muncul kapanpun meski kita telah mengusahakan hidup sehat. Oleh karena itu beberapa orang yang optimis bahkan cenderung menerapkan pola hidup sembarangan karena beranggapan dirinya tidak akan pernah sakit.
Sebaliknya seorang defensif pesimis akan selalu memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa dialami di masa depan. Mereka akan mempersiapkan rencana kesehatan sedini mungkin untuk antisipasi kemungkinan terburuk.
Menyeimbangkan Optimis dan Pesimis
Kedua sikap ini merupakan trait pada manusia. Setiap orang tentu sebaiknya memiliki kedua sikap ini dalam dirinya. Sikap optimis diperlukan karena dapat meningkatkan rasa percaya diri dan terus berpikir positif. Namun tentunya sikap optimis harus dibarengi dengan defensif pesimis.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.