Maraknya berita bohong alias hoaks di media sosial sering kali membuat resah masyarakat. Bagi orang-orang yang mudah percaya, berita-berita tanpa fakta tersebut akan sangat mudah memicu perdebatan dan adu domba. Tak terkecuali pada saat kerusuhan aksi 22 Mei pasca Pemilu 2019 lalu.
Untuk mengantisipasinya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) mengajak masyarakat melakukan detoks media sosial selama beberapa hari ke depan. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan psikologis.
Apa saja manfaat detoks media sosial?
Detoks media sosial adalah break alias berhenti sejenak dari segala aktivitas di media sosial, lalu mengalihkan diri dengan kegiatan lain. Sederhananya, detoks medsos dapat disebut juga dengan 'puasa' media sosial.
Memang, media sosial merupakan tempat penyebaran informasi yang paling mudah diakses. Karena bisa diakses oleh siapa saja, alat ini juga sering kali dimanfaatkan bagi segelintir orang untuk menyebarkan berita bohong yang meresahkan.
Pada kasus politik, misalnya, berita hoaks dapat memicu kesalahpahaman hingga mengadu domba masyarakat. Begitu juga dengan adanya berita hoaks kesehatan, masyarakat akan mudah termakan info-info yang salah dan justru akan semakin membahayakan kesehatannya.
Atas dasar itulah, Anda perlu sesekali melakukan detoks media sosial. Bukan cuma demi menekan penyebaran berita hoaks, puasa media sosial juga bermanfaat untuk:
1. Menjaga kesehatan mental
Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Terlebih, konten medsos yang belum terbukti benar dapat memancing reaksi negatif dan menimbulkan keresahan.
Atas dasar inilah, detoks media sosial sangat penting untuk menjaga kesehatan mental Anda. Puasa media sosial bisa membuat pikiran jauh lebih tenang dan jernih. Anda akan lebih mampu menyaring informasi mana yang terbukti benar dan mana yang bohong atau meresahkan.
Baca Selengkapnya: 10 Pekerjaan dengan Tingkat Depresi Tertinggi
2. Meningkatkan produktivitas
Katanya, orang yang keseringan main medsos adalah orang yang 'nganggur' alias tidak produktif. Kalau dipikir-pikir, hal ini ternyata benar adanya, lho!
Saking serunya membuka akun media sosial, banyak orang yang jadi menunda-nunda pekerjaannya. Anda jadi keterusan malas kerja dan menurunkan produktivitas.
Oleh karena itu, cobalah lakukan detoks media sosial sesekali, terutama saat bekerja atau berkumpul bersama keluarga. Alihkah dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, misalnya menyelesaikan pekerjaan, membersihkan rumah, atau olahraga.
3. Memperbaiki kualitas tidur
Paparan sinar biru dari layar ponsel dapat menghambat produksi hormon melatonin, yaitu hormon yang mengatur siklus tidur seseorang. Semakin sering Anda main HP di malam hari, otak juga akan terus mengolah informasi yang masuk sehingga Anda jadi makin susah tidur alias insomnia.
Nah, detoks media sosial bisa membantu memperbaiki kualitas tidur Anda setiap malam. Coba matikan HP minimal 2 jam sebelum tidur agar bisa tidur lebih nyenyak.
Baca Juga: Penyebab Insomnia Atau Susah Tidur
Bagaimana cara tepat melakukan puasa media sosial?
Memang tidak mudah untuk melakukan puasa media sosial, apalagi kalau Anda sudah terbiasa mengecek akun medsos setiap saat. Supaya lebih mudah, berikut trik detoks media sosial yang bisa Anda lakukan:
- Matikan ponsel atau nyalakan mode pesawat saat Anda sedang bekerja atau berkumpul bersama keluarga.
- Matikan notifikasi media sosial. Bila perlu, hapus aplikasi media sosial Anda untuk sementara waktu.
- Batasi waktu main medsos setiap hari. Misalnya, Anda hanya boleh main medsos dari jam 7-9 malam. Setelah itu, matikan ponsel dan masukkan ke dalam laci atau letakkan di tempat yang jauh dari tempat tidur.
- Alihkan ke hal-hal lain yang lebih penting. Misalnya dengan membaca buku, bermain bersama anak, olahraga, atau meditasi.
Cara-cara tersebut dapat membantu melepaskan Anda dari kecanduan media sosial. Ingat, gunakan media sosial dengan bijak supaya Anda bisa tetap produktif tanpa takut ketinggalan informasi.
Baca Selengkapnya: Bahaya Keranjingan Selfie yang Tak Disadari
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.