Pernahkah Anda mendengar kata “aseksual”? Atau mungkin Anda mengartikannya sama dengan seorang biarawan yang hidup selibat? Banyak orang beranggapan bahwa aseksual merupakan orang yang memiliki dorongan seks rendah atau belum pernah mengalami pengalaman yang berhubungan dengan seksualitas. Namun, semua ini tidak begitu benar.
Aseksualitas mengacu pada orientasi seksual, yakni pada apa yang seseorang rasakan, bukan apa yang mereka lakukan. Contohnya adalah heteroseksualitas atau homoseksualitas, yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya hasrat seksual ataupun ketertarikan seksual terhadap orang lain.
Aseksualitas bukanlah gangguan seksual
Seksualitas dapat dilihat dari semua aspek budaya kita, mulai dari film, iklan, hingga tradisi agama. Sulit mungkin bagi Anda membayangkan bagaimana peran seksualitas itu sendiri, karena seksualitas mempengaruhi kehidupan seseorang entah dalam porsi yang kecil atau besar.
Walaupun begitu, bukan berarti aseksualitas merupakan gangguan seksual atau penyakit mental.
Menganggap aseksualitas sebagai penyakit sepertinya kurang tepat kondisi aseksual tentu menyulitkan pemiliknya. Padahal orang-orang dengan kondisi aseksual justru tidak terganggu dengan kondisi mereka sendiri.
Sedangkan penyakit mental sendiri harus menyebabkan kecacatan, penderitaan, atau menimbulkan risiko kesehatan bagi orang yang memilikinya.
Aseksualitas juga bukan berarti ada yang salah dengan tubuh mereka. Menurut para pakar seks dari NY Magazine, kurangnya hasrat seksual yang dialami oleh orang-orang aseksual memang berarti ada sesuatu yang salah dengan tubuh mereka.
Namun, menurut penelitian Lori Brotto dari University of British Columbia menyatakan bahwa penderita aseksual secara fisik tetap mampu ereksi atau melumasi vagina seperti orang normal lain.
Aseksual berbeda dengan disfungsi seksual atau hidup selibat. Beberapa penderita aseksual mungkin merasa jijik dengan gagasan seks dan lebih memilih untuk tidak berhubungan seksual dalam bentuk apapun seumur hidup.
Seorang aseksual tentu saja masih bisa jatuh cinta, berpacaran, menikah, masturbasi, orgasme, mengalami gairah seksual, terlibat dalam hubungan seksual, dan memiliki anak. Namun, semuanya dilakukan tanpa adanya daya tarik seksual.
Beberapa orang yang aseksual tidak memiliki pengalaman masturbasi dan mungkin hanya memiliki sedikit pengalaman gairah seksual. Di sisi lain, beberapa aseksual memiliki pengalaman masturbasi dan gairah seks.
Orang-orang aseksual masih memiliki dorongan seksual namun mereka tidak menghubungkannya dengan orang lain, sehingga mereka tidak memiliki ketertarikan seksual dengan orang lain.
Menurut Michael Doré, seorang peneliti matematika di University of Birmingham sekaligus pelaksana London Asexuality Conference, aseksualitas dianalogikan sebagai “pulau terpencil”. Anda bisa membayangkan bila Anda seorang heteroseksual, terdampar di pulau terpencil hanya dengan orang-orang yang berjenis kelamin sama dengan Anda.
Sebagai seorang yang heteroseksual, Anda tidak tertarik terhadap mereka karena jenis kelaminnya sama dengan Anda. Namun, Anda masih mempunyai hasrat seksual dan masih bisa mengalami orgasme.
Seorang aseksual bisa memiliki hubungan asmara yang romantis tanpa seks. Hasrat terhadap seks dan terhadap cinta atau kasih sayang adalah 2 hal yang berbeda. Beberapa aseksual bisa memiliki hubungan asmara dengan orang lain.
Namun, pasangannya mungkin tidak dapat menyalurkan hasratnya dalam berhubungan seksual, atau sang aseksual dapat berhubungan seks dengan pasangan demi menyenangkan pasangannya meskipun dirinya tidak senang.
Aseksualitas tidak dapat diartikan sebagai pernah atau tidak pernah berhubungan seks. Namun, lebih mengarah kepada ingin atau tidak ingin berhubungan seks. Apabila seseorang memilih untuk berhubungan seksual dengan pasangannya, setelahnya ia masih aseksual karena aseksual adalah jati dirinya yang tidak bisa berubah.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.