Rabun dekat atau hipermetropi bukan cuma masalah mata yang secara ‘eksklusif’ terjadi pada orang dewasa dan lanjut usia. Anak-anak pun berisiko mengalami rabun dekat.
Sebagai orang tua, akan lebih baik jika Anda dapat memahami faktor-faktor apa saja yang bisa memicu risiko hipermetropi pada anak. Dengan begitu, Anda dapat mengantisipasinya. Selain itu, pengenalan yang demikian akan membantu Anda untuk memahami apa-apa saja yang harus Anda lakukan jika si kecil memang mengalami gangguan mata yang sering disebut dengan mata plus ini.
Baca juga: Hipermetropi (Rabun Dekat): Penyebab, Gejala, Pengobatan
Memahami hipermetropi pada anak
Rabun dekat atau hipermetropi terjadi ketika mata lebih pendek dari biasanya atau memiliki kornea yang terlalu datar. Akibatnya, sinar cahaya fokus di luar retina, bukannya mengarah langsung ke bagian tersebut. Seseorang yang mengidap gangguan ini dapat melihat objek yang jauh dengan jelas, tetapi tidak dapat melihat objek yang dekat dengan jelas alias kabur.
Sebagian besar kasus rabun dekat pada anak adalah turunan dari orang tua. Dengan bantuan alat, mata anak dapat menekuk sinar cahaya dan menempatkannya langsung pada retina. Jika gangguannya tidak terlalu parah, penglihatannya masih terbilang jelas.
Saat bertambah besar, hipermetropi yang diidap juga akan berkurang. Selain itu, kekurangan asupan gizi dapat memengaruhi penglihatan anak meski pengaruhnya tidak sebesar pada miopi atau rabun jauh.
Baca juga: 8 Nutrisi Penting untuk Kesehatan Mata
Cermati gejala hipermetropi pada anak
Gejala hipermetropi pada anak tak cuma bicara soal kesulitan melihat objek yang ada di dekatnya. Beberapa anak dapat mengalami sensasi sakit atau rasa terbakar di sekitar mata.
Beberapa kasus juga ditandai dengan nyeri kepala, khususnya di area dahi, atau setelah melakukan aktivitas yang membuat mata bekerja lebih keras untuk melihat objek yang ada di dekatnya. Jika si kecil mengeluhkan mata mereka sering berair atau Anda melihat mereka sering menggosok-gosok mata, jadwalkan untuk berkonsultasi dengan dokter mata. Kedua hal tersebut bisa saja menandakan rabun dekat pada anak.
Hipermetropi pada anak sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan jika gangguannya ringan. Kasus seperti ini tidak memerlukan penanganan khusus tidak diperlukan karena pada dasarnya, anak dapat mengakomodasikan otot matanya agar mendapat fokus yang benar. Itulah yang membuat banyak kasus rabun dekat pada anak membaik seiring bertambahnya usia.
Namun, jika gangguan matanya parah, otot-otot mata yang berguna untuk fokus tidak bekerja dengan benar dan berisiko mengalami ambliopia, yang menyebabkan hilangnya penglihatan pada anak. Dalam kondisi ini, penanganan dan pengobatan penting dilakukan. Karena itu, pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter agar si kecil mendapat diagnosis dan tindakan yang tepat.
Baca juga:
Bagaimana merawat anak yang memiliki hipermetropi?
1. Pakai kacamata
Biasanya dokter akan merekomendasikan anak dengan hipermetropi untuk menggunakan kacamata. Anda tak perlu khawatir karena kacamata akan membantu anak mengembalikan fokus pada objek yang tadinya tampak kabur.
Memakai kacamata adalah penanganan terbaik yang bisa diberikan pada anak yang bermata plus. Jangan buru-buru berpikir soal operasi perbaikan kornea, lensa, atau bola mata. Tindakan-tindakan tersebut tidak direkomendasikan bagi anak karena perkembangan mata yang belum sempurna. Biasanya mata akan menjadi dewasa sempurna di usia 21 tahun.
2. Pola makan sehat
Mengonsumsi sayur, khususnya yang berdaun hijau tua, dan buah-buahan yang berwarna terang bisa meningkatkan kualitas dan kesehatan mata anak. Anda juga dapat mengajak anak untuk memenuhi asupan vitamin A, vitamin C, vitamin D, kalsium, selenium, dan magnesiun. Zat-zat tersebut baik untuk anak yang mengalami gangguan mata plus.
Kabar baiknya, nutrisi di atas bisa dipenuhi dengan mengonsumsi brokoli, bayam, jeruk, stroberi, kiwi, salmon, sarden, tuna, telur, tahu, dan jamur. Berkonsultasilah dengan dokter jika Anda ingin memberikan suplemen tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut.
3. Melatih kesehatan mata
Anak harus dilatih agar bisa menjaga kesehatan mata dengan cara banyak berkedip, terutama ketika sedang menatap layar komputer, televisi, atau tablet untuk waktu yang cukup lama.
Serupa organ tubuh lainnya, mata juga membutuhkan istirahat yang cukup. Karena itu, pastikan anak telaten mengistirahatkan matanya. Coba, deh, untuk menerapkan sistem 10-3-10. Setiap anak memfokuskan mata pada objek tertentu selama 10 menit, lalu beristirahat dengan mengalihkan mata untuk memandang di kejauhan sejarak 3 meter selama 10 detik.
4. Rutin memeriksakan mata ke dokter
Tes mata pada anak-anak akan dilakukan oleh dokter atau pihak yang telah dilatih untuk melakukan tes pada usia 6 bulan, 3 tahun, dan sebelum masuk sekolah. Tes mata setiap dua tahun setelah masa sekolah juga perlu dilakukan sebagai antisipasi. Jika si kecil menggunakan kacamata, usahakan untuk memeriksakan diri ke dokter mata setiap setahun sekali. Jika ada keluhan, jangan tunda untuk memeriksakan diri ke dokter mata, ya.
Baca juga:
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.