Jika mengira bahwa tekanan darah tinggi alias hipertensi adalah penyakit orang dewasa, Anda salah besar. Faktanya, kondisi yang disebut dengan hipertensi ini juga bisa dialami oleh anak-anak. Bahkan, dilansir Ikatan Dokter Anak Indonesia, angka kejadian hipertensi pada anak diam-diam terus mengalami peningkatan. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orangtua saat anaknya memiliki tekanan darah tinggi? Simak ulasannya berikut ini.
Apa penyebab hipertensi pada anak?
Dulu, hipertensi memang lebih awam ditemukan pada orang dewasa hingga lansia. Namun, studi terhadap 15.000 remaja menemukan bahwa ternyata 1 dari 5 remaja mengalami hipertensi.
Tekanan darah normal pada anak sebetulnya tergantung dari usia, jenis kelamin, dan tinggi masing-masing anak. Secara umum, kategori tekanan darah pada anak adalah sebagai berikut:
- Tekanan darah normal: di bawah persentil 90;
- Prehipertensi: persentil 90-95 atau 120/80 mmHg ke atas;
- Hipertensi tingkat 1: persentil 95-99 ditambah 5 mmHg;
- Hipertensi tingkat 2: lebih dari persentil 99 ditambah 5 mmHg.
Baca juga: Data Tekanan Darah Normal untuk Orang Dewasa (Sudah Normalkah Anda?)
Penyebab hipertensi pada anak umumnya sama seperti orang dewasa. Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi pada anak usia 6 tahun ke atas adalah:
- Kelebihan berat badan atau obesitas;
- Gizi buruk;
- Kurang olahraga;
- Pola makan yang salah.
Jika tekanan darah tinggi terjadi pada anak di bawah 6 tahun, maka ini biasanya disebabkan oleh kondisi lain seperti cacat jantung, penyakit ginjal, masalah genetik, atau kelainan hormonal. Jenis hipertensi ini disebut dengan hipertensi sekunder.
Meskipun anak-anak dengan hipertensi umumnya tidak mengalami serangan jantung dan stroke layaknya pada orang dewasa, risikonya tetaplah ada. Anak yang sudah terkena hipertensi sejak kecil pun berpotensi besar berlanjut hingga dewasa. Oleh karena itu, waspadai kondisi ini sejak awal dan lakukan penanganan sedini mungkin untuk menghindari risiko komplikasi yang membahayakan kesehatan anak.
Gejala hipertensi pada anak seperti apa?
Ciri-ciri hipertensi pada orang dewasa saja biasanya tidak tampak, sehingga sering kali terlewatkan. Begitu juga pada kasus hipertensi anak. Tinggi atau rendahnya tekanan darah hanya bisa diketahui lewat pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter.
Namun, Anda perlu waspada jika si kecil mulai menunjukkan gejala-gejala seperti:
- Sakit kepala;
- Kejang;
- Muntah;
- Sakit dada;
- Detak jantung cepat atau berdebar-debar (palpitasi);
- Sesak napas.
Tanda-tanda tersebut bukanlah gejala hipertensi awal, tetapi krisis hipertensi yang membutuhkan pertolongan darurat. Sedangkan untuk kasus hipertensi tingkat 2 pada bayi, biasanya ditandai dengan bayi muntah, tidak mampu menyusu dengan benar, dan rewel. Namun, sayangnya, tanda-tanda tersebut terkadang didiagnosis sebagai ciri-ciri gagal pertumbuhan.
Jika terdapat riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga, Anda perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah pada anak sejak ia berusia 3 tahun. Begitu pula jika anak mengalami kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), penyakit jantung bawaan, atau masalah ginjal tertentu. Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, sehingga tensinya perlu dipantau sejak bayi.
Baca juga: Tekanan Darah Tinggi pada Bayi: Penyebab, Gejala dan Perawatan
Penanganan hipertensi pada anak
Sama seperti orang dewasa, penanganan hipertensi pada anak yang paling utama adalah dengan melakukan perubahan gaya hidup sehat. Utamanya dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, seperti memperbanyak makan sayur dan buah, serta olahraga rutin (seperti aerobik atau olahraga favorit anak lainnya) untuk membantu menurunkan tekanan darah.
Garam merupakan salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi. Ahli gizi biasanya menganjurkan untuk mengurangi jumlah asupan natrium pada makanan keluarga. Tidak hanya itu, Anda juga perlu membatasi konsumsi makanan kaleng dan kemasan, kemudian beralih dengan makan sayur dan buah-buahan segar.
Perubahan gaya hidup pada anak perlu dilakukan selama 3-6 bulan, lalu tekanan darahnya dievaluasi kembali. Bila setelah 3 bulan ternyata tekanan darah anak mulai stabil atau membaik, maka lanjutkan pola hidup sehat sampai tekanan darah normal secara konstan.
Sebaliknya, jika tekanan darah anak tetap tinggi, dokter mungkin akan meresepkan obat antihipertensi. Obat hipertensi yang dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh anak umumnya berupa:
- Diuretik tiazid;
- Angiotensin converting enzyme inhibitors;
- Angiotensin II receptor blockers (ARBs);
- Beta blockers;
- Calcium channel blockers.
Namun, pemilihan obat hipertensi untuk setiap anak anak bisa jadi berbeda-beda. Hal ini akan disesuaikan dengan tingkat tekanan darah, seberapa lama hipertensi terjadi, ada tidaknya penyakit penyerta lainnya, dan respon tubuh anak terhadap diet dan olahraga. Konsultasikan lebih lanjut dengan dokter untuk mengetahui jenis dan dosis obat sesuai dengan kebutuhan anak.
Selain rutin memeriksakan tekanan darah, anak yang mengalami hipertensi juga perlu melakukan skrining tambahan untuk mendeteksi penyakit kardiovaskular lainnya, seperti diabetes melitus dan hiperlipidemia. Semakin cepat terdeteksi, maka semakin cepat pula penanganan dilakukan sehingga menurunkan risiko komplikasi hipertensi pada anak.
Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat Minum Obat Hipertensi?
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.