Efek buruk terhadap kesehatan bukan hal yang jarang terjadi akibat merokok. Banyak efek yang berpengaruh pada sistem organ tubuh, seringnya dikaitkan dengan penyakit paru-paru.
Faktanya, rokok bukan hanya memberikan efek pada sistem pernapasan, selain itu rokok dapat memicu penyakit yang berkaitan dengan sistem pencernaan, salah satunya adalah GERD atau penyakit asam lambung. Tidak menyangka bisa terjadi? Simak penjelasan lebih lanjut dibawah ini.
Apa itu penyakit GERD?
GERD merupakan kepanjangan dari Gastroesophageal reflux disease. Penyakit ini mengakibatkan asam lambung naik sampai kerongkongan atau bagian yang menghubungkan mulut dengan lambung.
Akibatnya timbul rasa terbakar di dada dan gejala yang lainnya. Biasanya, penderita yang mengalami asam lambung kronis atau sudah parah dinyatakan mengalami GERD. Ketika keadaan kronis ini terjadi, maka asam lambung dapat muncul setiap minggunya minimal satu hingga dua kali.
Makanan yang Anda telan, biasanya akan menyebabkan otot bagian bawah kerongkongan yang bekerja untuk memisahkan kerongkongan dengan lambung menjadi rileks, akibatnya makanan atau minuman akan mengalir lagi ke perut sebelum akhirnya menutup kembali.
Tetapi, saat otot bagian bawah kerongkongan ini tidak bekerja normal serta melemah tidak dapat mengendalikan kapan harus menutup dan membuka, maka asam lambung yang berada di perut dapat mengalir naik kembali ke kerongkongan. Semakin terjadi, hal tersebut dapat membuat lapisan kerongkongan menjadi iritasi sehingga terjadi lah peradangan dan memicu penyakit GERD.
Mengapa perokok lebih rentan terkena GERD?
Beberapa faktor yang membuat rokok dan asam lambung dapat berkaitan sehingga menimbulkan pemicu timbulnya GERD atau asam lambung yang kronis, yaitu:
- Lemahnya otot kerongkongan
Otot polos di dalam tubuh Anda dapat kendur ketika Anda merokok. Hal ini disebabkan oleh kandungan nikotin pada rokok.
Sphincter esophagus merupakan otot di bagian bawah kerongkongan yang bekerja untuk memisahkan kerongkongan dengan lambung yang salah satunya termasuk dalam otot polos.
Tugas sphincter mengatur jalannya makan yang masuk ke lambung dan mencegah agar asam lambung tidak masuk ke dalam esophagus atau kerongkongan.
Namun, akibat Anda merokok, nikotin menyebabkan spichter menjadi rileks, membuat asam lambung menjadi naik ke kerongkongan dan menyebabkan penyakit GERD.
- Berkurangnya air liur
Biasanya, air liur perokok lebih sedikit dibandingkan dengan air liur orang yang normal. Hal tersebut dapat terjadi karena efek berbagai macam kandungan di rokok yang membuat mulut menjadi lebih kering. Air liur sangat penting untuk menetralkan zat asam yang disebut bikarbonat.
Zat tersebut sangat berperan penting untung melawan efek refluks yang disebabkan asam lambung dan GERD.
Ketika Anda menelan air ludah, sebenarnya air liur tersebut membantu Anda untuk menetralkan asam di kerongkongan yang terjadi akibat refluks, sehingga jika terjadi pengurangan air liur dan lebih sedikit, maka asam lambung yang naik ke kerongkongan tidak dapat dinetralkan.
Hal inilah pemicu seorang perokok lebih rentan terserang GERD.
- Asam lambung meningkat
Ketika Anda merokok, ternyata hal tersebut membuat perut memproduksi lebih banyak asam lambung dan secara tidak langsung membuat peluang yang lebih tinggi juga untuk naik ke kerongkongan. Artinya, Anda memiliki resiko untuk mengalami penyakit GERD semakin besar.
- Mengganggu kerja otot kerongkongan
Anda telah mengetahui bahwa merokok dapat membuat rileks otot esophagus yang seharusnya berkontraksi untuk menutup. Namun, terdapat efek lainnya yang sama buruk. Terganggunya kerja otot yang membantu memindahkan makanan ke kerongkongan dapat terjadi akibat rokok.
Otot ini memiliki peran penting untuk membantu membersihkan asam yang merusak di kerongkongan Anda. Juga, hal itu mempengaruhi selaput lendir yang melindungi kerongkongan dari efek asam.
Oleh karena itu, Anda sebaiknya mulai mengurangi jumlah rokok yang Anda hisap, bahkan mulai berhenti merokok untuk menghindari berbagai masalah kesehatan yang disebabkan, salah satunya penyakit GERD.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.