Aktor senior sekaligus perancang busana yaitu Robby Tumewu telah tutup usia ketika berusia 65 tahun. Diduga Robby meninggal akibat stroke yang membuat dunia hiburan berduka.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, diketahui bahwa Robby mengalami serangan stroke untuk pertama kali yaitu pada tahun 2010 saat syuting acara televisi.
Tiga tahun kemudian, ia kembali mengalami serangan stroke di tahun 2013. Serangan stroke kedua tersebut menyebabkan perdarahan di otak hingga merembes pada kedua sisi otak. Karena serangan stroke kedua inilah, Robby akhirnya semakin melemah hingga harus menjalani operasi penyedotan kelebihan cairan otak.
Pernah Terserang Stroke, Bisa Berisiko Terserang Lagi
Penyakit stroke disebabkan oleh suplai darah beroksigen ke otak yang terhambat yang membuat sel-sel otak menjadi perlahan mati. Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwa seseorang yang pernah mengalami serangan stroke maka ia akan berisiko 7 kali lipa lebih tinggi mengalami serangan stroke yang kedua.
Bahkan risiko tersebut juga mengintai penderita stroke yang tidak mempunyai riwayat komplikasi setelah serangan pertama. Sebab penanganan stroke pertama bertujuan untuk menyelamatkan sel otak serta fungsi tubuh.
Kematian sel otak karena stroke sudah tidak bisa disembuhkan sehingga serangan stroke kedua akan lebih ganas dan bisa berisiko pada cacat atau kematian.
Gaya Hidup Berpengaruh Pada Risiko Stroke Kambuh
Tidak hanya karena penyakit itu sendiri, stroke juga bisa kambuh karena penanganan stroke pertama yang tidak berjalan dengan baik. Selain itu gaya hidup yang kurang sehat juga bisa memicu munculnya serangan stroke kedua.
Waspada Gejala Stroke Kedua
Untuk mengenai gejala stroke memang gampang-gampang susah meskipun sebelumnya sudah pernah mengalami. Waspadai tanda serta gejala stroke dengan menerapkan slogan SEGERA KE RS yaitu :
- Senyun mencong , miring sisi kiri dan kanan ketika senyum tidak sejajar.
- Gerak tubuh tidak terkoordinasi secara tiba-tiba, sulit berjalan, mengenggam dan tiba-tiba terjatuh.
- Bicara pelo, tiba-tiba cadel, bicara tidak jelas, sulit berbicara serta sulit memahami orang berbicara.
- Kebas atau kelemahan mendadak pada separuh wajah, kaki atau lengan.
- Rabun tiba-tiba pada satu atau kedua mata.
- Sakit kepala atau pusing yang parah namun muncul secara mendadak.
Cara Mencegah Serangan Stroke Kedua
Bahaya serangan stroke kedua yang bisa menyebabkan kematian memang perlu diwaspadai. Agar serangan stroke tidak berulang maka bisa anda cegah dengan beberapa cara berikut ini.
Berhenti Merokok dan Minum Alkohol
Rokok dan alkohol bisa mempersempit pembuluh darah pada otak sehingga memicu terjadinya serangan stroke. Untuk itulah sebaiknya segera berhenti merokok dan minum alkohol agar anda terhindar dari serangan stroke.
Menjaga Tensi dan Kolesterol
Serangan stroke bisa terjadi karena hipertensi dan kolesterol tinggi. Tak heran bila pengidap hipertensi mempunyai risiko 1,5 kali lipat terkena stroke berulang bahkan bisa terkena penyakit jantung.
Kolesterol yang menumpuk pada pembuluh darah otak bisa menyumbat aliran darah menuju sel otak sehingga menyebabkan pembuluh darah pecah dan stroke hemoragik terutama saat tekanan darah tinggi pada otak.
Minum Obat Teratur
Minumlah obat dari dokter sesuai dosis yang dianjurkan biasanya dilakukan selama 90 hari sejak serangan stroke pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah serangan stroke yang kedua.
Mengelola Penyakit yang Lain
Bagi anda yang memiliki penyakit lain seperti diabetes maka risiko serangan stroke kedua juga lebih tinggi dibandingkan yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut. Silakan diskusikan dengan dokter anda mengenai pengobatan penyakit tersebut agar tidak terjadi serangan stroke kedua.
Makan Sehat dan Olahraga
Rutinlah berolahraga dan makan sehat agar fungsi otak kembali pulih serta menurunkan risiko stroke berulang. Hindarilah konsumsi makanan dengan kandungan lemak trans, garam tinggi serta kolesterol tinggi namun perbanyak buah dan sayur segar agar kesehatan otak, pembuluh darah dan jantung tetap terjaga.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.