Penggunaan rokok elektrik awalnya ditujukan untuk menghentikan kecanduan akan rokok tembakau. Selain itu, vape juga dipercaya lebih aman. Memang rokok elektrik tersebut tidak menggunakan tembakau melainkan cairan dengan varian rasa yang beragam.
Namun sebenarnya pada cairan tersebut juga terdapat kandungan nikotin yang cukup berbahaya. Sebelum mulai coba-coba vaping, sebaiknya pahami dulu bahaya vape berikut ini.
Berbagai bahaya vaping yang Anda harus tahu
Baik rokok tembakau maupun vape, ternyata sama-sama memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan. Sayangnya, masih banyak perokok yang tetap melakukan vaping karena merasa sensasinya berbeda. Selain rasanya yang bisa dirubah-rubah, bentuknya juga praktis sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Baca Juga: Rokok vs Vape, Mana yang Lebih Diminati di Indonesia?
Bagi Anda yang saat ini masih memakai rokok elektrik, berikut ini ada 4 bahaya vape yang harus diketahui. Diantaranya adalah:
1. Memicu kanker
Tidak hanya tembakau saja yang dapat memicu kanker, vape pun bisa menyebabkan penyakit yang menyerang beberapa organ dalam tubuh tersebut. Hal ini karena vape mengandung formaldehid yang bersifat karsinogenik.
Saat melakukan vaping, zat karsinogenik akan masuk secara langsung kedalam paru-paru. Inilah yang membuat risiko kanker paru bagi pengguna vape lebih besar sebab tumpukan racun karsinogenik menyerang paru-paru seketika. Jika kebiasaan vaping terus dilakukan, maka kerusakan pada paru-paru juga semakin parah.
Baca Selengkapnya: Tahukah Anda, Apa Itu Vape Liquid?
2. Menyebabkan ketergantungan
Vape juga mengandung nikotin yang bersifat adiktif, dengan kata lain vaping juga bisa menimbulkan ketergantungan. Tabung dalam rokok elektrik yang berisi cairan vape berfungsi mengalirkan nikotin ke tubuh dalam jumlah yang cukup besar.
Anggapan bahwa vape bisa mengurangi keinginan merokok masih dipertanyakan hingga saat ini dan belum ada bukti medis yang mendukung. Bahkan dengan mengurangi kadar nikotin pun tidak berpengaruh pada menurunnya kebiasaan merokok.
Jenis nikotin yang ada dalam vape memiliki sifat mudah diserap oleh tubuh. Ketika nikotin masuk kedalam tubuh, dalam waktu 10 detik saja zat tersebut dapat memengaruhi otak untuk memproduksi hormon adrenalin. Inilah yang membuat tubuh menjadi lebih bersemangat dan bertenaga.
Namun, perlu diperhatikan bahwa reaksi tersebut tidak berlangsung lama. Maka tak heran jika Anda akan terus-terusan menghisap vape supaya tubuh tidak menjadi lemas.
3. Merusak kesehatan paru-paru
Kandungan nikotin yang terdapat dalam cairan vape dapat memicu peradangan pada paru-paru. Zat berbahaya tersebut juga melemahkan jaringan yang fungsinya melindungi diri dari zat asing.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dampak jangka pendek vape mirip dengan risiko yang ditimbulkan oleh rokok tembakau. Keduanya dapat menyebabkan peradangan paru-paru meskipun sumber nikotinnya berbeda. Tidak hanya berpengaruh pada kesehatan paru-paru, nikotin pada vape juga berdampak buruk bagi sistem kekebalan tubuh, otak, serta jantung.
Nikotin yang terdapat pada rokok elektrik akan masuk kedalam tubuh melalui aliran darah. Selanjutnya tekanan darah akan semakin naik dan denyut jantung bertambah cepat. Zat tersebut juga dapat mengaktifkan dopamin pada otak sehingga menyebabkan efek ketergantungan.
4. Tidak menyembuhkan kecanduan rokok
Beralih memakai vape sebagai metode untuk menghentikan kebiasaan merokok adalah tindakan yang keliru. Meski kandungan nikotinnya lebih sedikit, tetap saja dapat menimbulkan efek ketergantungan. Anda akan terus melakukan vaping untuk mendapatkan kadar nikotin yang lebih banyak di kemudian hari.
Jika ingin terbebas dari kebiasaan merokok, sebaiknya jangan menggunakan vape karena efeknya tidak kalah buruk dari rokok tembakau. Gunakan metode yang terbukti lebih efektif menyembuhkan ketergantungan dari nikotin, salah satunya dengan mengubah gaya hidup.
Yang tak kalah penting, mintalah dukungan dari teman, keluarga, ataupun pasangan agar Anda bisa berhenti merokok dengan mudah.
Baca Juga: Bahaya Vape Bisa Bikin Wanita Tidak Subur, Ini Kata Ahli
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.