Epilepsi menjadi satu penyakit yang sangat dihindari oleh banyak orang. Apabila Anda sering mengalami kejang-kejang atau menderita penyakit tersebut, maka Anda patut mewaspadainya. Kejang-kejang yang ditimbulkan oleh penyakit ini disebut dengan status epileptikus dalam bahasa medis.
Kondisi kejang-kejang pada penderita yang berlansung selama lebih dari 30 menit ini merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan secepat mungkin.
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang memengaruhi otak dan menyebabkan penderita mengalami kejang secara berulang-ulang. Kejang yang muncul merupakan lonjakan listrik yang muncul dan terjadi secara mendadak di otak.
Status epileptikus sendiri merupakan bentuk serangan dari penyakit epilepsi yang fatal dan cukup sering muncul pada penderitanya.
Kondisi epillepsi dapat terjadi pada siapa saja, namun lansia lebih sering mengalami penyakit ini dengan penyakit penyerta.
Para lansia cenderung mengalami penyakit ini akibat beberapa faktor, seperti bawaan genetik atau terdapat keluarga yang memiliki status epileptikus, proses tumbuh kembang yang terhambat, dan kelainan otak.
Penyebab status Epileptikus dan penanganannya
Penderita epilepsi cenderung mengalami kejang-kejang secara mendadak. Saat berada dalam kondisi kejang, terdapat suatu keadaan yang disebut dengan status epileptikus.
Status epileptikus merupakan sebuah kelainan neurologis yang dapat berakibat fatal bagi jiwa penderita yang memang menjadi serangan epilepsi akut dan berkepanjangan.
Status epileptikus ditandai dengan kondisi kejang-kejang yang berlangsung selama lebih dari 30 menit atau terjadi dua kali atau lebih dengan penderita yang tidak mendapatkan kesadarannya secara menyeluruh.
Meskipun demikian, kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit juga patut diwaspadai sebagai status epileptikus.
Apabila status epileptikus terjadi pada orang yang memiliki riwayat epilepsi, maka biasanya hal ini terjadi akibat adanya perubahan obat antiepilepsi, perubahan obat dapat berupa dosis ataupun jenis obat yang digunakan.
Kondisi lain juga dapat membuat penderita epilepsi mengalami status ini, seperti stroke, hipoksia, cedera kepala berat, tumor otak, kanker, kelainan elektrolit, infeksi otak, racun atau obat-obatan seperti kokain, teofilin, dan gejala putus alkohol.
Gejala yang muncul ketika status epileptikus terjadi sulit untuk dikategorikan karena tipe kejang terbagi dalam beberapa tipe. Selain itu, gejala yang muncul pada penderita juga dapat berbeda-beda.
Akan tetapi, gejala yang muncul dapat dibagi menjadi dua tipe melalui pemantauna gelombang listrik otak dengan EEG, yaitu tipe konvulsif fan non-konvulsif.
Pada tipe non-konsulvif, gejala yang ditimbulkan adalah kelainan sensasi pada satu sisi tubuh (parestesia), daya lihat mengalami perubahan, adanya halusinasi warna, terdapat halusinasi pada indera pengecap dan penciuman, serta rasa tidak nyaman pada bagian perut yang tidak dapat dijelaskan.
Sedangkan, pada tipe konsulvif, status epileptikus muncul dengan gejala-gejala , seperti penurunan kesdaran, kakunya otot di sebagian atau seluruh tubuh, kejang otot di sebagian atau seluruh tubuh, rahang kaku, pipi atau lidah tergigit, napas berhenti mendadak, dan kulit berwarna kebiruan.
Penderita epilepsi dapat mengalami gejala sensorik sebelum kejang muncul, seperti yang terjadi pada status epileptikus tipe non-konvulsif, yang disebut aura.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenali tipe kejang yang muncul pada penderita epilepsi karena dapat menunjukkan penyebab dan lokasi gangguan yang terjadi pada otak.
Penanganan Kejang akibat status Epileptikus
Untuk menangani kejang yang terjadi akibat status epileptikus, ada beberapa hal pentijg yang harus Anda lakukan, di antaranya:
- Mengamankan jalan napas dan memperhatikan fungsi pernapasan dan jantung.
Apabila saat kejang-kejang disertai dengan penurunan kesadaran dan kesulitan bernapas, maka tindakan intubasi harus segera dilakukan, yaitu dengan memasang alat bantu napas agar fungsi pernapasan penderita dapat kembali bekerja serta memberikan oksigen yang optimal.
- Memastikan kepala penderita terlindungi, melepaskan pakaian yang dapat mengganggu pernapasan, dan mengamankan dari posisi berbahaya.
- Melepaskan benda tajam yang ada disekitar penderita guna menghindari cedera.
- Tidak menahan atau memasukkan apapun ke dalam mulut orang yang sedang kejang-kejang, karena dapat menimbulkan luka.
- Apabila kejang-kejang terjadi lebih dari 5 menit, maka segera hubungi ambulans agar segera mendapat penanganan yang tepat.
- Apabila kejang berlangsung lama, jangan tinggalkan penderita sendirian, karena ia akan merasa bingung.
- Apabila memiliki kejang aktif, penderita lebih baik menghindari potensi bahaya dari tempat tinggi atau mesin bergerak, di rumah, sekolan, atau tempat bekerja .
Kejang dan status epileptikus dapat terjadi akibat berbagai macam hal. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap.
Penderita akan menjalani pemeriksaan fisik dan proses evaluasi tipe kejang apabila gejala kejang muncul saat melakukan pemeriksaan.
Selain itu, pemeriksaan tambahan juga akan dilakukan, seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisa gas darah, gula darah, fungsi ginjal dan hati, toksigologi dan kadar obat antikejang dalam darah, EEG, dan CT scan, atau MRI kepala.
Apabila penderita terdiagnosa mengalami infeksi otak, pemeriksaan cairan otak melalui pungsi lumbal kemungkinan akan dilakukan.
Apabila penyebab kejang atau epilepsi telah diketahui, maka dokter dapat menentukan pengobatan yang tepat sesuai dengan penyebabnya. Biasanya, penderita epilepsi diberikan obat anti-epilepsi dan hampir 70% penderita dapat mengontrol kejang dengan obat ini.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengobati epilepsi meliptui carbamazepine, diazepam, lorazepam, midazolam dan phenytoin.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, kejang-kejang yang muncul dapat diobati dengan memberikan diazepam melalui anus untuk anak-anak. Setibanya di rumah sakit, obat yang diberikan sebagai terapi awal status epileptikus ialah benzodiazepine dalam bentuk suntikan melalui vena, seperti diazepam atau lorezepam.
Apabila kejang masih berlanjut setelah terapi awal, maka fase kedua akan dilanjutkan dengan pemberian obat anti-epilepsi, seperti fosphenytoin, asam valproat, atau levetiracetam suntikan. Phenoarbital pun dapat digunakan apabila ketiga jenis obat tersebut tidak tersedia.
Jika kejang masih muncul, pengobatan fase kedua dapat kembali dilakukan atau memberikan obat bius umum seperti propofol, tiopental, atau midazolam. Selanjutnya, penderita status epileptikus harus dirawat di rumah sakit agar mendapat pantuan khusus dan perawatam yang intensif (ICU).
Meskipun obat anti-epilepsi yang diberikan tidak dapat menyembuhkan penyakit yang ada, namun obat-obatan tersebut dapat mencegah agar kejang tidak terjadi. Obat epilepsi yang dianjurkan pada penderita akan disesuaikan pada beberapa faktor, seperti:
- Jenis kejang yang dimiliki
- Usia penderita
- Penderita memiliki rencana untuk hamil
- Kekhawatiran terhadap reaksi obat anti-epilepsi dengan obat lain (seperti pil kontrsepsi)
Penggunaan obat anti-epilepsi harus sesuai dengan dosis yang tertera pada label dan saran dokter. Apabila terdapat efek samping atau kejang-kejang masih tidak dapat dikendalikan setelah konsumsi obat anti-epilepsi, maka penderita perlu mengunjungi dokter untuk mendapatkan penanganan yang sesuai.
Penderita juga dianjurkan untuk selalu beraktivitas dan berolahraga dengan bijak agar tidak timbul luka saat kejang terjadi ketika beraktivitas.
Mengetahui informasi tentang penyakit epilepsi dan status epilepsi saja tidak cukup, Anda juga perlu memeriksakan kondisi kesehatan apabila mengalami gejala seperti yang sudah disebutkan diatas.
Segera periksakan diri agar mendapatkan penanganan yang tepat sehingga terhindar dari hal-hal yang berakibat fatal bagi kesehatan.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.