Bagi penggemar rokok, pasti sudah kenal dengan istilah rokok elektrik atau vape. Jenis rokok ini menggunakan alat serupa rokok biasa, tapi bisa menghasilkan uap yang mengandung nikotin.
Setelah itu, barulah si pengguna menghisapnya. Kalau WHO sendiri mengistilahkan dengan sebutan ENDS atau Electronic Nicotine Delivery System.
Kapan nama vape mulai populer?
Sudah cukup lama, ya. Tepatnya pada tahun 1963. Dulunya, jenis rokok elektrik ini ditemukan oleh Herbert A Gilbert. Akan tetapi, vape mulai diproduksi dengan kemasan serta tampilan yang modern oleh Hon Lik. Ia adalah warga asli Tiongkok.
Penyebaran secara massal dilakukan pada tahun 2006 dan bahkan go publik dengan beragam merek.
Di Indonesia, apakah nama vape juga booming?
Sebagai salah satu pengguna rokok terbesar di dunia, Indonesia jelas tidak mau ketinggalan. Di tahun 2014 sendiri, sudah ada 466 variasi merek dengan perkiraan telah menghabiskan aset dana sebesar 3 miliar.
Hal tersebut dikarenakan semakin maraknya penjualan vape di sektor yang lebih kecil. Misalnya kios serta penjualan via daring.
Lalu, Bedanya Vape dengan Rokok Elektrik itu Apa?
Dari segi susunannya, rokok elektrik itu berbahan utama dari pemanas logam, baterai, serta katrid berisikan cairan zat kimia. Nah, pemanas logam itulah yang dinamakan dengan vape.
Ketika menghirup rokok elektrik, maka baterai yang berfungsi memanaskan cairan katrid pun aktif. Kemudian, uap aerosolnya pun keluar. Uap tersebut sering dikenal dengan vapor.
Kandungan dari vape atau rokok elektrik
Secara umum, ada 4 jenis larutan yang ada dalam rokok elektrik atau vape. Pertama, ada nikotin. Kandungan ini juga ada dalam rokok biasa. Khusus untuk rokok elektrik, kerapkali tidak tercantum dalam kemasan. Lalu, ada propilen glikol.
Kandungan ini merupakan zat yang berada dalam kepulan asap. Dalam acara-acara teatrikal, biasanya digunakan sebagai fog machine. Lalu ada pula zat lain seperti silika, logam, dan sebagainya.
Bisakah rokok elektrik bikin pengguna berhenti merokok?
Dulu, pembuatan vape dikondisikan agar penggunanya lekas berhenti merokok. Akan tetapi, berhubung dampaknya kurang aman untuk kesehatan tubuh, terapi tersebut dihentikan pada tahun 2010. Keputusan tersebut mendapat persetujuan dari WHO.
Maklum, dalam rokok elektrik memang rata-rata mengandung zat adiktif seperti nikotin yang memang tidak bagus untuk kesehatan tubuh.
Adakah efek penggunaan rokok elektrik?
Bikin Ketagihan
Efek ketagihan ini dikarenakan memiliki kandungan berupa nikotin. Pada awalnya, si pengguna secara umum akan jengah atau bahkan merasa kurang nyaman. Tapi, ketika dilakukan secara terus-menerus, ada kesan menyenangkan.
Apalagi efeknya bisa bikin pengguna bisa melupakan masalah hidupnya, meskipun hanya sementara.
Rentan Disalahgunakan
Kenapa vape rentan disalahgunakan? Tidak lain karena platformnya yang menyerupai rokok biasa. Seringkali, si bandar narkoba menggunakan taktik yang sama untuk menyusupkan heroin, mariyuana, sabu-sabu, dan sebagainya agar tidak kelihatan.
Mantan Perokok Rentan Kembali Merokok
Banyaknya yang bilang bahwa vape aman, maka si perokok aktif cenderung menyamakan antara vape dengan rokok biasa. Toh sama-sama mengandung nikotin. Alih-alih bikin berhenti merokok, justru jadi kebal dengan efeknya. Begitu ditawari rokok biasa, langsung merokok tanpa takut efek sampingnya.
Rentan Mengalami Penurunan Kesehatan
Ini yang disesalkan oleh pihak regulasi atau badan kesehatan dunia. Belum diuji lebih lanjut, tapi sudah terlanjur tenar. Akibatnya, tidak sedikit yang meragukan kualitas vape. Terutama yang berkaitan dengan kesehatan tubuh sehari-harinya.
Aman atau tidak, vape ataupun rokok elektrik memang semestinya tidak digunakan untuk masa sekarang. Untuk berhenti merokok, bukan dengan cara mengalihkan kebiasaan satu kepada kebiasaan lain. Akan tetapi, perlu kesadaran khusus dari pengguna agar lekas berhenti.
Kalau tidak dimulai dari diri sendiri, mau mulai dari mana?
Editorial note: Konten ini adalah konten edukasi. Honestdocs tidak menjual narkotika, obat-obatan psikotropika, rokok (konvensional maupun elektrik), dan vape.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.