Berbohong merupakan salah satu cara dan tindakan yang terkadang dilakukan oleh beberapa orang untuk mengatasi situasi tertentu. Tapi, apakah Anda tahu?
Ternyata sebuah pepatah yang menyatakan jika orang sudah berbohong sekali, maka akan berbohong terus menerus bukan sekadar mitos, bahkan dapat dijelaskan menggunakan ilmu pengetahuan.
Orang yang berbohong bisa kecanduan untuk melakukannya lagi dan lagi, tidak cukup sekali, pasti berkali-kali. Ilmu psikologi merupakan salah satu ilmu yang dapat menjelaskan mengapa orang bisa berbohong dan apa alasan yang menyebabkannya terus dilakukan berkali-kali. Simak penjelasannya di bawah ini.
Orang berbohong selalu mempunyai alasan
Berbohong biasanya dilakukan oleh beberapa orang dalam keadaan terancam demi menyelamatkan dirinya dari kondisi buruk. Juga ada beberapa orang yang melakukannya untuk sebuah keuntungan pribadi yang dapat merugikan hidup orang lain.
Istilah “the power of kepepet” ternyata dapat menjadi pemicu munculnya beberapa pertanyaan yang terlintas dipikiran orang yang melakukannya, seperti mengenai keuntungan apa saja yang didapatkan.
Dampak apa yang akan dihadapi, berapa banyak masalah atau keuntungan setelah melakukan hal tersebut, dan banyak hal lainnya yang menjadi pemicu dari alasan orang untuk melakukan kebohongan yang diiringi dengan rasa kekhawatiran.
Beberapa alasan lainnya ternyata tidak selalu bertujuan negatif, tetapi faktanya orang melakukan kebohongan demi menjaga perasaan orang yang lain, mengendalikan situasi agar tidak semakin keruh, dan bahkan ada orang yang rela membohongi dirinya sendiri untuk menetralkan keadaan.
Namun, alasan-alasan tersebut pada dasarnya bukan merupakan sebuah pembenaran untuk melakukan kebohongan. Kejujuran tetap merupakan hal yang paling baik untuk disampaikan, tidak peduli apapun alasannya. Karena jika Anda berhasil berbohong sekali, maka Anda akan melakukannya lagi.
Penjelasan ilmiah penyebab orang dapat kecanduan berbohong
Menurut sebuah penelitian yang berasal dari jurnal Nature Neuroscience, para ahli melakukan analisis terhadap otak orang-orang yang melakukan kebohongan. Penelitian ini cukup membuktikan bahwa orang tidak cukup sekali untuk melakukan kebohongan.
Metode yang dilakukan dalam penelitian tersebut dengan cara membuat beberapa skenario yang akan dilakukan oleh relawan berjumlah 80 orang untuk di tes tingkat kebohongan dari tiap individu.
Hasilnya menyatakan bahwa kebiasaan berbohong tergantung dari respon otak seorang individu. Para ahli menjelaskan terdapat bagian otak yang bernama “Amigdala” yang bekerja paling aktif saat berbohong.
Selain itu, bagian amigdala merupakan area penting yang memiliki peran untuk mengatur tingkat emosi, perilaku dan motivasi yang dimiliki seseorang.
Sebenarnya saat seseorang berbohong, maka amigdala akan menolak perilaku tersebut yang mengakibatkan timbulnya sebuah respon emosi. Respon emosi yang ditimbulkan seperti munculnya rasa takut atau khawatir saat kebohongan pertama kali dilontarkan.
Namun, ketika perasaan takut tersebut tidak terjadi, maka amigdala akan menangkapnya dan tidak akan mengeluarkan respon emosi yang dapat mencegah seseorang untuk melakukan kebohongan lagi.
Otak beradaptasi ketika kebohongan berhasil
Semua orang tentu saja pernah berbohong, termasuk Anda pernah melakukannya. Kebohongan merupakan hal yang manusiawi dilakukan oleh manusia, tetapi Anda tidak terlahir dengan kemampuan tersebut.
Berbohong dapat mengubah fungsi-fungsi di tubuh Anda. Tubuh Anda akan mengalami detak jantung yang sangat cepat, keluarnya keringat secara berlebihan, hingga membuat tubuh bergemetar secara tiba-tiba.
Tubuh Anda artinya memberikan respon dari kebohongan yang telah dilakukan, seperti timbulnya rasa takut yang muncul jika ketahuan sehingga dapat memberikan kondisi lebih buruk bagi diri Anda.
Lalu, akibat otak melawan, maka muncul sebuah reaksi dari perubahan fungsi tubuh tersebut. Berbeda jika Anda ternyata berhasil melakukan kebohongan, maka tubuh Anda tentu saja akan beradaptasi dengan hal itu.
Akibat kebohongan yang pertama berhasil, maka otak menangkap jika tidak masalah melakukannya lagi, sehingga otak melakukan adaptasi dan tidak akan menimbulkan lagi perubahan-perubahan pada fungsi tubuh saat Anda berbohong berkali-kali.
Respon emosional yang ditimbulkan pun kian lama semakin berkurang dan membuat Anda menjadi biasa aja saat melakukannya lagi.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.