Alergi susu sapi pada anak menjadi salah satu kondisi yang cukup membingungkan. Mengingat ada berbagai hal di luar protein susu sapi yang menjadi penyebab timbulnya gejala pada anak selepas mengonsumsinya, contohnya intoleransi laktosa.
Untuk itu, kenali lebih jauh tentang alergi susu sapi, gejala dan perbedaannya dengan intoleransi laktosa guna mendapat sedikit gambaran apakah anak benar-benar memiliki alergi susu sapi atau tidak. Diagnosis dan tata laksana alergi susu sapi yang tepat dilakukan sepenuhnya oleh dokter ahli.
Mengenal Alergi Susu Sapi pada Anak
Alergi susu sapi pada anak atau cow’s milk allergy (CMA) merupakan suatu kondisi dimana sistem imun anak memiliki respon abnormal terhadap kandungan protein di dalam susu. Kondisi ini menjadi salah satu bentuk dari alergi makanan pada anak yang paling umum dan paling awal dijumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan data dari beberapa penelitian, ada sekitar 2-7% anak di bawah 1 tahun yang mengalami alergi susu sapi. Sebagian besar akan menjadi toleran sebelum memasuki usia 3 tahun. Sedangkan sisanya pada anak yang memiliki alergi susu sapi dengan gangguan cukup berat, akan toleran ketika berusia 5 tahun.
Terdapat 3 pola klinis respon alergi protein susu sapi pada anak, diantaranya:
- Reaksi cepat, dimana gejalanya akan timbul sesaat setelah mengonsumsi susu sapi atau 45 menit setelahnya.
- Reaksi sedang, dimana gejalanya akan timbul setelah 45 menit-20 jam setelah mengonsumsi susu sapi.
- Reaksi Lambat, dimana gejalanya baru akan terlihat setelah lebih dari 20 jam.
Bagaimana Ciri-Ciri Alergi Susu Sapi pada Anak?
Ciri-ciri alergi susu sapi pada anak dapat dikenali dengan melihat beberapa gejalanya, yaitu:
- Reaksi Kulit. Ruam merah yang terlihat seperti biduran, eksim kering, pembengkakan pada bibir, wajah dan sekitar mata.
- Reaksi pencernaan. Muntah, diare, sering gumoh (regurgitasi), penolakan makan, sembelit, kesulitan menelan (disfagia), kolik atau terus-menerus menangis.
- Reaksi pernapasan. Mengi atau napas berbunyi, hidung berair atau tersumbat dan batuk terus-menerus.
Bayi atau pun anak dengan alergi susu sapi juga biasanya akan mengalami gangguan tidur, kelelahan sepanjang hari, kegelisahan hingga dapat mengalami reaksi anafilaksis yang harus segera mendapat penanganan medis, meskipun kasus seperti ini jarang terjadi.
Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengatasinya?
Meskipun alergi susu sapi pada anak umum terjadi, namun jika tidak ditangani dengan tepat kondisi ini bisa saja memengaruhi organ tubuh dan tumbuh kembang anak ke depannya. Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dalam menyikapi kondisi seperti ini.
Hal pertama yang harus dilakukan ialah dengan berkonsultasi sekaligus memeriksakan kondisi kesehatan anak pada dokter. Dokter akan mendiagnosis terlebih dahulu, apakah benar si kecil mengalami alergi pada protein susu sapi atau ada penyebab lainnya.
Mengingat ada berbagai komponen lain selain protein yang terkandung dalam produk susu sapi formula di pasaran, seperti laktosa, zat tambahan (AA dan DHA), lemak (minyak jagung, kedelai, dll) atau tambahan perasa (coklat, madu, stroberi, dll).
Dalam beberapa kasus yang terjadi, ketika anak diberikan susu sapi formula dengan merk lain, alergi yang dialaminya menghilang. Itulah mengapa kecermatan dalam mendiagnosis alergi susu sapi pada anak benar-benar dibutuhkan.
Jika diagnosis telah ditegakkan, barulah tata laksana yang tepat dapat dilakukan. Penanganan utama yakni dengan penggantian susu sapi formula dengan susu kedelai atau susu formula hidrolisat sempurna. Pemilihan jenis susu yang tepat tergantung pada rekomendasi dokter.
Penghindaran susu sapi pada anak harus diterapkan hingga terjadi toleransi, yakni sekitar usia 2-3 tahun dengan penilaian setiap 6-12 bulan sekali. Hindari pula berbagai makanan padat bebas susu sapi dan produk olahannya.
Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, diet yang dikonsumsi oleh ibunya harus benar-benar terbebas dari berbagai jenis makanan juga minuman berbahan dasar susu sapi.
Apa Perbedaan Alergi Susu Sapi dan Intoleransi Laktosa?
Seorang anak yang mengalami beberapa gejala selepas mengonsumsi susu sapi, bisa jadi disebabkan oleh intoleransi laktosa. Meskipun gejala yang ditimbulkan hampir sama, namun keduanya memiliki mekanisme yang berbeda.
Alergi susu sapi melibatkan respon abnormal sistem imun tubuh terhadap kandungan protein susu, sedangkan intoleransi laktosa disebabkan oleh kurangnya produksi enzim laktase untuk mencerna laktosa atau zat gula pada susu.
Tingkat intoleransi laktosa masing-masing anak berbeda, tergantung pada kemampuan tubuhnya dalam memproduksi enzim laktase. Semakin sedikit enzim laktase yang dihasilkan, maka akan semakin minim pula kemampuannya untuk dapat mengonsumsi susu sapi dan produk olahannya.
Gejala intoleransi laktosa pada bayi atau anak diantaranya seperti muntah, diare, kram perut yang ditandai dengan kolik, perut kembung dan sering mengeluarkan gas (kentut) setelah minum susu.
Intoleransi laktosa dapat diatasi dengan cara memberikan susu dengan kandungan laktosa yang rendah atau tidak mengandung laktosa sama sekali. Bila tidak menemukan susu rendah/bebas laktosa, maka dapat diberikan susu kedelai.
Hindari pula beberapa produk makanan dengan label laktosa, seperti biskuit, sereal, roti dan beberapa produk makanan lainnya jika anak benar-benar tidak dapat mencerna laktosa.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.