Setiap wanita pasti ingin memiliki bentuk tubuh yang proporsional. Tak heran, banyak cara dilakukan untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal, salah satunya dengan diet makanan.
Namun, tahukah Anda istilah bulimia nervosa? Ya, suatu bentuk sindrom penyimpangan makan dimana seseorang makan dalam jumlah yang banyak, namun segera dimuntahkan kembali.
Mengapa bulimia nervosa ini dapat terjadi? Sebelumnya, ketahuilah bahwa sebagian besar pengidap bulimia merupakan kaum wanita remaja. Ada berbagai alasan mengapa bisa terjadi bulimia. Namun, alasan paling banyak dikarenakan oleh rasa percaya diri yang kurang terhadap bentuk tubuhnya. Maka dari itu, muncullah sindrom bulimia nervosa.
Ada dua kelompok bulimia yaitu purging type dan nonpurging type. Purging type memiliki ciri dimana penderita memuntahkan makanan yang telah ditelan kembali.
Sedangkan nonpurging type tidak memuntahkan makanan yang telah ditelan, melainkan melakukan aktivitas fisik berat sekaligus olahraga, puasa, untuk mengimbangi makan besar yang telah dilakukannya.
Gangguan Kesehatan Gigi dan Mulut Penderita Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa merupakan salah satu kelainan psikologis yang berdampak pada kesehatan fisik, terutama mulut dan gigi. Sebab, kebiasaan ini bisa merusak gigi karena makanan yang dimuntahkan mengandung cairan asam lambung yang harusnya untuk memecah makanan dalam perut, malah bersifat korosif dan merusak lapisan enamel gigi.
Bahkan, menyikat gigi terlalu keras usai memuntahkan makanan juga mengakibatkan kerusakan gigi. Nah, berikut ini adalah beberapa masalah kesehatan gigi dan mulut bagi penderita bulimia nervosa.
- Karies gigi
- Gigi berwarna kuning dan rapuh
- Sariawan
- Mulut kering
- Kelenjar ludah membengkak
- Rasa nyeri saat menelan dan mengunyah
Cara Mengatasi Bulimia
Mengingat dampak yang berbahaya bagi tubuh bagi penderita bulimia, maka harus segera diatasi. Bagaimanakah caranya?
Sebenarnya, upaya untuk mengatasi bulimia supaya berhasil harus diawali dengan menyadarkan penderita bahwa dirinya memiliki kelainan berupa bulimia. Dengan menyadari hal tersebut, maka pengidap segera memiliki keinginan untuk dapat sembuh dan bersedia melalui pengobatan.
Nah, dikarenakan bulimia ini termasuk salah satu penyakit gangguan mental, maka solusi untuk menanganinya harus dengan terapi psikologi. Ada dua jenis terapi yang dapat penderita jalani diantaranya terapi perilaku kognitif atau CBT dan terapi interpersonal.
Terapi CBT membantu pengidap untuk mengetahui pemicu bulimia, misalnya pemikiran dan perilaku yang negatif. Setelah mengetahui pemicunya, penderita akan dibimbing untuk belajar dan mengubah perilaku dan pemikirannya menjadi positif dan sehat.
Sedangkan terapi interpersonal membantu pengidap bulimia yang bermasalah terhadap interaksi dengan orang lain, sehingga mampu berkomunikasi lebih baik serta menyelesaikan masalah.
Di samping pemberian terapi, penderita bulimia juga diberi penghambat pelepasan selektif serotonin atau SSRI. Jenis SSRI yang sering digunakan adalah fluoxetine. Ada juga pengidap bulimia yang mendapatkan obat antidepresan.
Namun, harus dalam pengawasan dokter. Perlu diketahui, pemberian obat antidepresan ini tidak diperuntukkan bagi pengidap yang berusia dibawah 18 tahun, pengidap epilepsi, maupun riwayat keluarga dengan penyakit hati, jantung, dan ginjal.
Ketika seorang pengidap bulimia benar-benar ingin sembuh, harus benar-benar mengubah pola makan dan pola pikir yang salah mengenai makan. Dengan demikian, menganggap peningkatan berat badan bukanlah suatu hal yang buruk.
Selain niat, seorang penderita bulimia juga memerlukan dukungan dari orang sekitar seperti teman dan keluarga. Pastikan pula, penderita menjaga kebersihan mulut dan giginya secara rutin dengan menyikat gigi serta menggunakan obat kumur.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.