Berhubungan seks tanpa pengaman kadang bikin waswas, apalagi kalau Anda sedang berniat menunda kehamilan. Keresahan ini mungkin juga terjadi saat Anda dan pasangan sudah memakai pengaman alias kondom, tapi tidak sengaja robek. Tenang, risiko kehamilan masih bisa dicegah dengan menggunakan alat kontrasepsi darurat.
3 Jenis obat kontrasepsi darurat untuk cegah kehamilan
Obat kontrasepsi darurat ,atau juga disebut the morning-after pill, adalah obat yang berfungsi mencegah kehamilan setelah berhubungan seksual. Obat ini dikonsumsi oleh wanita segera setelah berhubungan seksual untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Saat ini, terdapat tiga macam pencegah kehamilan yang dapat dipilih, yaitu:
1. Levonorgestrel
Pil levonorgestrel dijual bebas di pasaran tanpa perlu resep dokter. Salah satu merk yang terkenal adalah Postpil Tab 2S.
Obat mengandung levonorgestrel dikonsumsi segera setelah berhubungan seksual untuk mencegah sel telur dibuahi oleh sperma. Bahkan ketika sel telur telah dibuahi oleh sperma, obat ini dapat mencegah pelekatan hasil pembuahan pada rahim.
Hal tersebut bisa terjadi karena levonorgestrel mengandung hormon progestin. Hormon progestin adalah hormon progesteron yang diproduksi untuk keperluan medis. Hormon ini bertindak dalam penebalan dinding rahim dan vagina mencegah implantasi (penempelan) sel telur yang telah dibuahi.
Waktu terbaik untuk mengonsumsi obat kontrasepsi darurat berupa levonorgestrel adalah sesegera mungkin setelah berhubungan seksual tanpa pengaman atau maksimal 72 jam sehabis bercinta. Meskipun sebetulnya, obat ini tetap dapat menurunkan risiko kehamilan sampai dengan 3 hari setelah dikonsumsi.
Karena mengandung hormon, obat ini tidak boleh dikonsumsi harian, ya. Toh, namanya juga obat kontrasepsi darurat, artinya hanya boleh digunakan dalam kondisi darurat saja. Misalnya saat Anda berdua lupa memakai kondom saat berhubungan intim atau kondomnya sobek tanpa Anda ketahui.
Supaya lebih aman, levonorgestrel dapat dikonsumsi sekali dalam satu bulan karena dapat mengganggu siklus menstruasi. Dosis levonorgestrel yang disarankan oleh dokter adalah 1,5 mg.
Waspadai juga dengan risiko efek samping obat kontrasepsi darurat yang dapat terjadi. Anda mungkin akan mengalami mual, muntah, nyeri pada perut, pusing, peningkatan jumlah darah menstruasi, dan diare.
Baca selengkapnya: Cegah Kehamilan Dengan Postinor, Apakah Aman?
2. Ulipristal Acetate (Ella)
Berbeda dari levonorgestrel, Ulipristal Acetate adalah jenis obat kontrasepsi darurat yang memerlukan resep dokter. Pasalnya, ini termasuk obat keras dan baru mendapat izin edar oleh BPOM pada bulan Maret 2016.
Ulipristal sendiri adalah modulator reseptor progestin yang mencegah hormon luteinizing agar tidak memicu ovulasi. Obat ini juga berfungsi untuk mencegah kinerja hormon progesteron secara normal.
Dalam dunia medis, Ulipristal Acetate juga kerap digunakan untuk mengobati mioma uteri. Tersedia dalam merek Ellaone.
Dosis Ulipristal Acetate yang tergolong aman adalah 30 mg untuk satu kali minum. Jika setelahnya Anda muntah, obat kedua dapat dikonsumsi 3 jam sesudahnya.
Dosis aman konsumsi obat ini adalah 30 mg dalam 1 kali minum. Apabila muntah, obat kedua dikonsumsi 3jam setelahnya.
Dilihat dari efektivitasnya, konsumsi Ulipristal Acetate dapat membantu menurunkan risiko kehamilan 0,8% lebih baik daripada levonorgestrel. Namun, keberhasilan obat kontrasepsi darurat ini juga dipengaruhi oleh siklus menstruasi si penggunanya.
Sama seperti obat lainnya, Ulipristal Acetate juga dapat menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, sakit kepala, terganggunya siklus menstruasi dan kram perut atau dismenorea. Jika efek samping terus berlanjut, segera konsultasikan ke dokter.
Baca juga: 10 Jenis Alat Kontrasepsi Paling Populer di Indonesia
3. Intrauterine Device (IUD)
IUD adalah salah satu alat kontrasepsi berbentuk huruf T dengan bahan dasar plastik. Ada dua jenis IUD yang tersedia, yaitu berlapis tembaga dan hormon progesteron.
Pada IUD berlapis tembaga, logam ini berfungsi untuk menghalangi sperma membuahi sel telur. Sementara pada IUD yang mengandung hormon progesteron, menyebabkan cairan serviks menjadi lebih kental dan dinding rahim menipis sehingga meskipun pembuahan terjadi, risiko implantasi akan berkurang.
IUD progesteron dapat mengurangi darah yang mengalir keluar pada pasien menorrhagia. IUD dengan tembaga dapat bertahan hingga 12 tahun, sementara ketahanan IUD progesteron cenderung lebih singkat yaitu 3-5 tahun.
IUD diketahui efektif mencegah kehamilan, bahkan alat kontrasepsi ini dinilai lebih aman daripada KB berbentuk obat. Setidaknya hanya 1 dari 100 pengguna yang 'kebobolan' alias mengalami kehamilan saat memakai IUD.
Sejumlah efek samping IUD yang dapat terjadi antara lain menstruasi tidak teratur, kram perut, dan darah mens yang lebih banyak pada penggunaan IUD tembaga dan menstruasi singkat bahkan tidak sama sekali pada penggunaan IUD progesteron. Namun, Anda tak perlu khawatir karena saat ini tersedia IUD progesteron dosis rendah yang bisa dipilih.
Baca selengkapnya: 7 Efek Samping KB Spiral (IUD)
Selain efek samping, terdapat beberapa masalah yang mungkin Anda hadapi saat memasang alat kontrasepsi ini. Pada beberapa kasus, alat IUD bisa tiba-tiba keluar atau pengguna mengalami perforasi rahim maupun radang panggul akibat infeksi bakteri. Itulah sebabnya, Anda tetap disarankan untuk memeriksa letak IUD secara rutin untuk menghindari pergeseran atau akibat yang ditimbulkan.
Sebelum memutuskan untuk menggunakan obat kontrasepsi darurat apa pun, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter atau bidan. Ingat, satu alat kontrasepsi belum tentu cocok untuk semua orang. Dokter akan membantu menentukan alat atau obat kontrasepsi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan Anda.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.