Menjalani fase baru menjadi seorang ibu tentu menjadi momen yang menyenangkan. Ya, Anda bisa menimbang si buah hati setelah menanti-nanti 9 bulan mengandungnya dalam rahim. Sayangnya, kebahagiaan ini ternyata tidak dirasakan oleh semua wanita. Alih-alih bahagia, beberapa wanita justru mengalami stres hingga depresi setelah melahirkan, atau istilah medisnya disebut depresi postpartum.
Depresi setelah melahirkan beda dengan sindrom baby blues
Tidak sedikit orang menduga bahwa depresi setelah melahirkan sama dengan sindrom baby blues. Padahal, kedua kondisi tersebut adalah hal yang berbeda.
Meski sama-sama membuat ibu uring-uringan, stres, hingga depresi, depresi postpartum dan baby blues berbeda dalam hal lama munculnya gejala. Jika ibu yang baru saja melahirkan mengalami stres dan mereda dalam hitungan hari atau minggu, maka ibu mengalami sindrom baby blues.
Lebih dari itu, bila ibu mengalami stres hingga depresi selama 6 minggu pertama atau lebih, maka bisa jadi ia mengalami depresi setelah melahirkan. Kondisi ini perlu segera ditangani sebab jika tidak, depresi yang kerap menghantui para ibu baru ini bisa terus berlangsung dan memberikan dampak yang cukup berbahaya.
Gejala depresi setelah melahirkan
Sekilas, gejala depresi setelah melahirkan dan sindrom baby blues memang terlihat mirip. Tetapi umumnya gejala baby blues lebih ringan dan akan membaik dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu.
Sesuai dengan namanya, gejala depresi postpartum ditandai dengan munculnya stres, panik, tidak tenang, hingga depresi setelah ibu melahirkan anaknya. Tak hanya itu, ada juga beberapa gejala depresi setelah melahirkan yang perlu diwaspadai, antara lain:
- Sulit tidur
- Kesulitan untuk dekat dan akrab dengan bayinya
- Sulit fokus dan membuat keputusan
- Sering kali sedih dan menangis tanpa alasan
- Tidak mau makan, mandi, atau mengganti pakaian (mengabaikan diri sendiri)
- Timbul rasa tidak percaya diri dan bersalah, sehingga membuatnya ingin menyakiti diri sendiri hingga bunuh diri
- Hilangnya minat dan rasa humor
- Selalu khawatir ada yang salah pada bayi
- Lelah dan tidak bertenaga
Pada kasus parah yang sangat jarang terjadi, sebagian ibu bahkan berpikir untuk menyakiti bayi mereka.
Baca Juga: Kenali 6 Tanda Bahaya Masa Nifas
Apa penyebab depresi pasca melahirkan?
Munculnya perasaan depresi setelah proses persalinan diduga kuat disebabkan karena kombinasi faktor fisik dan emosional ibu yang mengalami perubahan. Utamanya dipengaruhi oleh turunnya kadar hormon progesteron dan estrogen di dalam tubuh yang terjadi dengan cepat.
Perubahan hormon ini membuat suasana hati ibu gampang berubah, ditambah lagi waktu istirahat yang berkurang akibat harus mengurus bayi. Padahal, di sisi lain kondisi ibu belum sepenuhnya pulih. Hal inilah yang membuat ibu merasa sangat lelah hingga berujung pada depresi.
Selain itu, ada beberapa hal lainnya yang juga dapat memicu depresi setelah melahirkan, antara lain:
- Kesulitan dalam memberikan ASI
- Kondisi fisik yang masih lemah pasca persalinan, ditambah kurangnya istirahat akibat tuntutan mengurus bayi
- Adanya gangguan kesehatan
- Perubahan hormon, sehingga lebih sensitif
- Adanya masalah keluarga maupun sosial
- Adanya riwayat depresi yang pernah dialami sebelumnya, terutama selama masa kehamilan
- Bayi rewel sehingga membuat ibu kewalahan
- Adanya kenangan menyedihkan setelah melahirkan, misalnya kematian orangtua.
- Bayi mengalami gangguan kesehatan atau fisik, atau lahir prematur.
- Sulitnya proses persalinan
Baca Selengkapnya: Apa Penyebab Kelelahan Pasca-Persalinan dan Bagaimana Cara Mengatasinya?
Cara mengatasi depresi setelah melahirkan
Jika Anda atau terdapat anggota keluarga yang mengalami depresi setelah melahirkan, segera periksakan diri ke dokter. Jangan biarkan kondisi ini terlalu lama karena bisa membahayakan tubuh ibu dan bayi.
Aad beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi depresi setelah melahirkan, di antaranya:
- Minta dukungan dari keluarga dan penanganan dokter yang tepat.
- Melakukan psikoterapi yang disarankan psikiater, salah satunya terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavior Therapy / CBT).
- Konsumsi obat antidepresan yang diresepkan dokter. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) merupakan jenis antidepresan yang biasanya direkomendasikan untuk para ibu menyusui, selain golongan obat Tricyclic Antidepressants (TCA). Obat-obatan lain yang bisa diberikan adalah kombinasi obat-obatan mood stabilizer seperti lithium, antipsikotik, dan penenang seperti benzodiazepine. Tetapi, waspadai efek samping obat-obatan ini karena bisa membuat ibu kesulitan memberikan ASI. Penggunaan obat-obatan untuk gangguan depresi atau psikologis lain pada ibu hamil harus diawasi oleh dokter ahli.
Apa yang harus dilakukan untuk mencegah depresi setelah melahirkan?
Sejauh ini, masih belum ada penelitian yang mampu mencegah depresi postpartum secara efektif. Salah satu cara termudahnya adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat.
Berikut ini sejumlah langkah yang bisa Anda lakukan untuk menurunkan risiko dan mencegah depresi setelah melahirkan, di antaranya:
- Menjaga kesehatan fisik dan mental selama kehamilan. Konsumsi makanan sehat dan bergizi serta hindari stres sangat penting bagi ibu hamil.
- Jangan segan untuk meminta dan menerima bantuan dari pasangan, keluarga, atau teman.
- Beritahu dokter bila Anda mempunyai riwayat masalah psikologis saat sedang hamil atau merencanakan kehamilan. Hal ini sangat penting supaya dokter dapat melakukan pengawasan beberapa minggu pertama pasca Anda melahirkan bayi.
- Bila Anda menderita depresi setelah melahirkan, dokter mungkin akan menyarankan pemberian antidepresan atau melakukan psikoterapi segera setelah melahirkan.
Baca Selengkapnya: 5 Langkah Penting Mengatasi Baby Blues Setelah Melahirkan
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.