Apakah Anda pernah mendengar atau mengetahui mengenai penyakit skizofrenia? Skizofrenia merupakan penyakit gangguan mental yang dapat mengganggu aktivitas seseorang dalam kurun waktu yang lama. Dampak dari gangguan skizofrenia meliputi halusinasi, delusi, pikiran yang kacau, kesulitan berkomunikasi, dan terjadinya perubahan perilaku.
Selain itu, gangguan pada penderita skizofrenia juga mengakibatkan penderita sulit membedakan antara kejadian nyata atau ilusi. Hal ini yang terkadang dianggap mirip dengan gejala psikosis. Psikosis sendiri merupakan gejala pada gangguan mental yang termasuk di dalamnya adalah skizofrenia, depresi, maupun bipolar.
Baca juga: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Psikosis
Menurut data kesehatan dari WHO, diperkirakan ada lebih dari 21 juta orang di dunia yang mengalami skizofrenia. Bagi orang yang menderita skizofrenia diperkirakan akan memiliki resiko kematian dini 2-3 kali lipat dibandingkan dengan orang normal. Selain itu, yang lebih memprihatinkan adalah lebih dari sebagian besar penderita skizofrenia juga mengalami gangguan mental lain, seperti kecemasan akut, stress berlebihan, depresi, sampai penggunaan narkoba.
Lalu bagaimana dengan penderita skizofrenia di Indonesia? Berdasarkan data penelitian dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, diperkirakan 1-2 orang dari setiap 1.000 orang menderita gangguan mental akut salah satunya skizofrenia. Bahkan sekitar 15 persen dari mereka mengalami tindakan pemasungan karena kurangnya informasi atau putusnya harapan dari pihak keluarga.
Gejala Umum yang Dialami Penderita Skizofrenia
Gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita skizofrenia umumnya mudah untuk diketahui, terutama halusinasi. Umumnya penderita akan mendengar dan merasakan sejumlah hal yang tidak nyata. Hal-hal yang tidak nyata seperti suara orang atau bisikan tersebut cenderung menyuruh atau mengajak penderita skizofrenia melakukan hal di luar nalar atau akal sehat.
Sementara itu, gejala yang kedua adalah delusi dan seringkali orang salah mengira bahwa halusinasi itu dianggap sama dengan delusi. Delusi yang diderita oleh penderita skizofrenia sendiri umumnya berupa sebuah keyakinan pada suatu hal tertentu, di mana orang sehat akan menganggap hal tersebut salah atau mustahil.
Selanjutnya, gejala yang ketiga dari gangguan skizofrenia adalah pikiran dan ucapan yang kacau dan tidak jelas. Seringkali penderita skizofrenia mengatakan hal yang bertolak belakang dari ucapan yang dia katakan di hari sebelumnya. Selain itu, penderita juga cenderung untuk sering bergumam tidak jelas sehingga membuat orang di sekitarnya menjadi bingung.
Gejala skizofrenia lainnya adalah susah untuk berkonsentrasi dan melakukan gerakan tubuh yang berbeda serta aneh. Kegelisahan juga biasanya cenderung meningkat dan sering dialami oleh penderita skizofrenia.
Siapa Saja yang Rentan Terkena Skizofrenia?
Skizofrenia umumnya dialami oleh kaum remaja yang secara mental memang belum matang ataupun belum dewasa. Pada remaja laki-laki, skizofrenia umumnya terjadi pada usia belasan sampai pertengahan 20-an. Kemudian pada perempuan umumnya terjadi pada usia akhir 20-an sampai 30-an. Sedangkan untuk anak-anak dan orang tua di atas 45 tahun biasanya jarang mengalami skizofrenia.
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko skizofrenia pada seseorang adalah akibat faktor genetik (keturunan). Jika salah satu orang tua menderita skizofrenia, maka ada kemungkinan anaknya juga akan mengalami skizofrenia, tetapi risiko tersebut hanya berkisar 10 persen. Tetapi jika ada beberapa anggota keluarga lain yang menderita skizofrenia, maka risiko kemungkinan menderita skizofrenia juga semakin besar.
Skizofrenia sendiri terbagi menjadi 5 jenis, yakni:
- skizofrenia paranoid
- skizofrenia hebefrenik
- skizofrenia residu
- skizofrenia simpleks
- skizofrenia katatonik
Baca juga: Mitos dan Fakta Seputar Skizofrenia
Penyebab Terjadinya Skizofrenia
Sejauh ini belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab dari gangguan skizofrenia. Namun sejumlah ahli kejiwaan meyakini ada beberapa hal yang menjadi pemicunya, antara lain senyawa kimia pada otak di mana otak memiliki hormon serotonin dan dopamine yang jika kadarnya tidak normal dapat bisa memicu gangguan mental ini, termasuk kelainan saraf otak dan juga gangguan sistem kekebalan tubuh.
Selain faktor internal tubuh dan faktor genetik yang menjadi salah satu penyebab terjadinya skizofrenia, tetapi faktor lingkungan dan pengaruh obat-obatan tertentu juga dipercaya mempengaruhi terjadinya skizofrenia pada seseorang.
Cara Menangani Gejala Skizofrenia
Gangguan mental seperti skizofrenia memang sulit diobati, tetapi bukan berarti hal tersebut tidak mungkin. Dengan mengonsumsi obat (antipsikotik) dan terapi (psikoterapi) yang tepat, sekitar 25 persen penderita skizofrenia umumnya akan pulih sepenuhnya. Sementara sebagian besar lainnya akan mengalami peningkatan perbaikan dari kondisi dan gejala yang dialami. Selain itu, banyak pula penderita skizofrenia yang tetap dapat menjalani aktivitas mereka dengan produktif dan aktif.
Selain itu, dukungan dari pihak keluarga juga sangat membantu untuk menjaga kondisi penderita skizofrenia agar tidak semakin memburuk. Bantuan psikolog atau psikiater yang berpengalaman juga mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien skizofrenia agar dapat hidup lebih baik. Jika kondisi pasien cukup parah, sebaiknya penderita skizofrenia dibawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif dan mudah dipantau.
Beberapa obat-obatan juga diperkirakan dapat membantu untuk menekan perilaku yang menyimpang dari penderita skizofrenia, seperti pemberian obat antipsikotik yang harus mendapat anjuran dari dokter. Obat antipsikotik sendiri terbagi menjadi 2, yaitu tipikal (chlorpromazine, haloperidol, dan fluphenazine) dan atipikal (clozapine, asenapine, risperidone).
Pemeriksaan tambahan seperti CT scan juga mungkin diperlukan untuk melihat apakah ada kelainan pada otak dan pembuluh darah, serta pemeriksaan beberapa organ tubuh lainnya. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi proses penanganan gejala skizofrenia, sehingga terkadang pasien akan dipertemukan dapat saling menceritakan gejala dan latar belakang kondisi yang dialami. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kehidupan sosial penderita skizofrenia agar dapat berkomunikasi dengan baik.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.