Munculnya penyakit dalam tubuh bisa berasal dari banyak hal, mulai dari gaya hidup, pola makan tak sehat, lingkungan yang kotor, hingga paparan radiasi. Tak hanya itu, faktor gen bawaan dari ayah maupun ibu juga bisa menyebabkan seseorang mengalami penyakit keturunan. Salah satunya penyakit ataksia.
Berbicara soal penyakit keturunan, kebanyakan orang lebih awam dengan penyakit asma, diabetes melitus, alergi, hingga kanker, sehingga penyakit ataksia sering terlewatkan. Lantas, apa itu penyakit ataksia dan apakah penyakit ini bisa dicegah? Berikut ulasan lengkapnya untuk Anda.
Apa itu penyakit ataksia?
Penyakit ataksia adalah sekumpulan gejala yang muncul akibat disfungsi otak kecil (cerebellum) sehingga menyebabkan koordinasi otot dan gerakan tubuh jadi menurun. Kondisi ini membuat penderitanya susah berjalan, berbicara, menelan, atau sekadar menggenggam benda-benda di sekitarnya.
Penyakit ataksia terdiri dari beberapa jenis, salah satunya ataksia genetik. Jenis ataksia genetik ini berasal dari gen salah satu atau kedua orangtua.
Jika orangtua terkena penyakit ataksia, tubuh anak akan membawa cacat gen tertentu yang menghasilkan protein abnormal. Protein ini akan menghambat fungsi sel-sel saraf, terutama otak kecil dan sumsum tulang belakang anak. Seiring berjalannya waktu, koordinasi otot dan tubuh anak dapat semakin memburuk dan terbawa hingga dewasa.
Baca Selengkapnya: Ataksia: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan
Tanda dan gejala penyakit ataksia
Gejala penyakit ataksia berbeda-beda pada setiap orang, tergantung dari jenis ataksia yang dialami. Kumpulan gejala tersebut bisa memburuk secara perlahan selama bertahun-tahun atau justru berkembang cepat dalam beberapa bulan.
Sejumlah tanda dan gejala penyakit ataksia adalah:
- Menurunnya koordinasi tubuh
- Bicara cadel
- Pergerakan kaki tidak stabil
- Sulit makan dan menelan
- Pergerakan mata tidak terkendali
- Sulit berjalan
- Emosi
- Tremor
- Gangguan dalam berpikir
Bila penyakit ataksia terjadi akibat cedera atau penyakit, misalnya stroke, gejalanya biasanya dapat membaik seiring berjalannya waktu. Bahkan bila ditangani dengan cepat, gejala penyakit ataksia dapat hilang sepenuhnya.
Baca Juga: Penyebab Tremor (Gemetaran) dan Cara Mengatasi
Apakah penyakit ataksia bisa dicegah?
Karena termasuk salah satu penyakit keturunan, penderita ataksia mungkin mulai mencari cara mencegah penyakit ataksia supaya nanti anaknya tidak mengalami hal yang sama. Tentu saja, tidak ada satupun orangtua yang ingin anaknya mendapatkan gen 'buruk' dalam tubuhnya.
Sayangnya, kasus penyakit ataksia akibat faktor keturunan cenderung tidak dapat dicegah. Ini karena tidak ada seorangpun yang dapat mengendalikan gen dalam tubuh seseorang, termasuk dokter atau tim medis sekalipun.
Obat untuk mencegah penyakit ataksia juga belum ditemukan. Cara terbaiknya adalah lakukan tes genetik guna mengetahui seberapa besar kemungkinan gen ataksia diwariskan pada keturunannya.
Baca Selengkapnya: Genetik Mempengaruhi Kondisi Stres Seseorang
Diagnosis penyakit ataksia
Diagnosis ataksia dapat ditetapkan melalui rincian riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan saraf yang bertujuan untuk mengamati kondisi ingatan, konsentrasi, penglihatan, pendengaran, keseimbangan, koordinasi, serta gerak refleks. Bila hasil tersebut tidak mencukupi, dokter akan menyarankan beberapa pemeriksaan tambahan, termasuk:
- Pemindaian otak (Rontgen, CT scan, MRI). Bertujuan untuk memeriksa kondisi abnormal pada otak.
- Pungsi lumbal. Dimana cairan serebrospinal akan diteliti lebih lanjut untuk melihat adanya kondisi abnormal.
- Tes genetik. memastikan apakah ataksia disebabkan oleh mutasi gen.
Perawatan penyakit ataksia
Selain tidak bisa dicegah, sekarang ini belum ada satupun obat yang dapat mengobati penyakit ataksia hingga tuntas. Namun setidaknya, Anda dapat menurunkan risiko ataksia dengan menghindari penyebab utamanya.
Contohnya begini. Jika ataksia disebabkan oleh reaksi toksik dari obat-obatan tertentu, maka segera hentikan penggunaan obat untuk mencegah perkembangan gejala ataksia. Sedangkan bila ataksia terjadi akibat cacar air atau infeksi virus lainnya, maka gejala ataksia biasanya akan sembuh dengan sendirinya.
Orang-orang dengan penyakit ataksia umumnya membutuhkan kursi roda atau alat bantu jalan untuk membantu mobilitasnya. Hal ini juga diperlukan guna melatih koordinasi otot dan gerakan tubuh penderita supaya tidak kaku.
Selain itu, dokter mungkin juga akan memberikan sejumlah terapi pendukung lainnya, seperti:
- Terapi fisik, supaya penderita dapat berjalan atau menggerakkan tubuhnya.
- Terapi okupasi, untuk membantu penderita dalam beraktivitas sehari-hari seperti makan dan minum.
- Terapi bicara, untuk meningkatkan kemampuan bicara dan menelan.
Terapi tersebut memang tidak dapat menyembuhkan ataksia, tapi setidaknya mampu mengurangi gejala. Bila dilakukan secara rutin, hal ini dapat membantu meningkatkan kualitas hidup penderita.
Baca Juga: Apa Itu Fisioterapi dan Apa Kegunaannya?
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.