Virus SARS-CoV-2, atau yang lebih dikenal sebagai virus corona penyebab COVID-19, kini menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Bukan cuma orang dewasa dan yang memiliki komorbid saja, anak-anak pun tak luput dari infeksi virus ini. Orangtua tentu harus lebih waspada, tapi tetap tak boleh panik. Jika anak telanjur terinfeksi, ikuti panduan perawatan COVID-19 pada anak berikut ini supaya si kecil cepat pulih kembali.
Dari mana anak bisa tertular virus corona?
Kasus COVID-19 pada anak di Indonesia terus mengalami peningkatan. Mengutip dari laman covid.19.go.id, angka positif COVID pada anak usia 0-18 tahun mencapai 12,5%. Itu artinya, 1 dari 8 pasien COVID-19 adalah anak-anak.
Paket Vaksin Hepatitis B Di NK Health Klinik
Cegah Penyakit Hepatitis B dengan Vaksin. Paket ini termasuk 3x suntik vaksin Hepatitis B, biaya registrasi, konsultasi dengan dokter, dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
Hal ini tentu perlu menjadi perhatian. Apalagi angka kematian pada anak di Indonesia dikatakan tertinggi di dunia. Buktinya, ada sekitar 0,6% anak umur 1-5 tahun dan 0,6% anak umur 6-18 tahun yang meninggal akibat terpapar virus corona.
Penularan COVID-19 pada anak bisa terjadi lewat berbagai cara. Yang paling rentan adalah tertular dari orang dewasa di sekitarnya: mulai dari orangtua, orang lain yang tinggal serumah, orang yang datang ke rumah, hingga teman atau guru di sekolah saat pembelajaran tatap muka.
Anak-anak biasanya bergerak aktif ke sana-kemari. Meskipun sudah memakai masker dan menerapkan protokol kesehatan, terkadang mereka masih cukup sulit mengontrol dirinya sendiri, terutama dalam hal menjaga jarak. Misalnya saat bermain dengan teman-temannya, anak mungkin reflek menyentuh temannya atau membuka masker. Nah, hal inilah yang berpotensi menjadi saat-saat anak tertular COVID-19.
Bagaimana langkah perawatan COVID-19 pada anak?
Orangtua tetap dapat merawat anak yang positif COVID-19. Namun, usahakan orangtua atau pengasuh anak termasuk yang berisiko rendah terhadap gejala berat COVID-19. Jika orangtua memiliki komorbid atau penyakit penyerta, sebaiknya mintalah bantuan pengasuh untuk membantu merawat anak yang terinfeksi COVID-19.
Selain memberikan dukungan secara penuh, begini cara perawatan COVID-19 pada anak agar ia cepat sembuh dan kembali pulih:
1. Pantau gejala COVID-19 pada anak
Gejala COVID-19 pada anak umumnya sama seperti pada orang dewasa. Ada yang mengalami gejala ringan, berat, atau bahkan tanpa gejala sama sekali--tergantung daya tahan tubuh masing-masing anak.
Paket Vaksin Hepatitis B Di NK Health Klinik
Cegah Penyakit Hepatitis B dengan Vaksin. Paket ini termasuk 3x suntik vaksin Hepatitis B, biaya registrasi, konsultasi dengan dokter, dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
Beragam tanda dan gejala COVID-19 pada anak meliputi:
- Gejala sistemik: demam, malaise, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot (mialgia);
- Gejala saluran pernapasan: batuk, pilek, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, sesak napas;
- Gejala lain: diare, mual, muntah, nyeri perut.
Selama masa isolasi, perhatikan gejala-gejala yang anak rasakan setiap hari. Segera bawa anak ke rumah sakit jika gejala terus memburuk atau muncul gejala berikut:
- Anak banyak tidur
- Napas cepat
- Ada cekungan di dada dan hidung kembang kempis
- Saturasi oksigen di bawah 95%
- Mata merah, ruam, dan leher bengkak
- Demam lebih dari 7 hari
- Kejang
- Tidak bisa makan dan minum
- Mata cekung
- Frekuensi buang air kecil berkurang
- Terjadi penurunan kesadaran
2. Cek suhu dan saturasi anak secara berkala
Di masa pandemi seperti ini, termometer dan oxymeter menjadi 2 alat yang sangat penting dan sebaiknya ada di rumah. Termometer berfungsi untuk mengukur suhu, sedangkan oxymeter berfungsi untuk mengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi.
Suhu tubuh normal pada bayi dan anak-anak berkisar antara 36,6-37,2°Celsius. Anak dikatakan mengalami demam ketika suhu tubuhnya mencapai 38°Celsius atau lebih.
Saturasi oksigen dikatakan normal jika angkanya berada pada rentang 95-100%. Frekuensi nadi normal pada orang dewasa adalah 60-100 kali per menit (bpm), sedangkan pada anak-anak dipengaruhi oleh usianya:
- Bayi sampai usia 1 tahun: 100-160 kali per menit;
- Anak usia 1-10 tahun: 70-120 kali per menit;
- Anak usia 11-17 tahun: 60-100 kali per menit.
Periksa suhu tubuh dan saturasi oksigen pada anak secara berkala, setidaknya pada pagi dan sore hari, lalu catat. Jika angkanya mengalami penurunan selama beberapa hari, segera bawa anak ke dokter.
Paket Vaksin Hepatitis B Di NK Health Klinik
Cegah Penyakit Hepatitis B dengan Vaksin. Paket ini termasuk 3x suntik vaksin Hepatitis B, biaya registrasi, konsultasi dengan dokter, dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan jika Tinggal Serumah dengan Pasien COVID-19?
3. Gunakan masker selama isolasi
Meski isolasi di dalam rumah, anak yang positif COVID-19 tetap disarankan untuk memakai masker. Hal ini berlaku untuk anak usia 2 tahun ke atas atau jika anak sudah mampu menggunakan dan melepaskan maskernya sendiri.
Anak mungkin sesekali merasa risi dan ingin melepaskan masker. Anak boleh saja melepas masker, asalkan anak sedang berada di ruangan sendiri atau berjarak minimal 2 meter dari orangtua maupun pengasuhnya.
Anak juga tidak perlu memakai masker saat tidur. Namun, bagi orangtua atau pengasuh yang harus menjaga anak di ruangan yang sama tetap wajib menggunakan masker, termasuk saat tidur.
4. Ajarkan anak cara mencuci tangan dan etika batuk-bersin yang benar
Penularan COVID-19 pada anak bisa terjadi saat menghirup droplet berisi virus yang berhamburan di udara. Maka dari itu, selalu ajarkan anak cara mencuci tangan dan menerapkan etika batuk-bersin yang benar.
Berikan pemahaman pada anak bahwa mencuci tangan dapat menghentikan penyebaran kuman. Begitu juga dengan etika batuk dan bersin. Saat ingin batuk atau bersin, ajarkan anak untuk menutup mulut dan hidungnya dengan tisu, atau mengarahkan wajahnya ke lengan atas bagian dalam (arah ke ketiak).
Baca selengkapnya: Mengapa Sabun Cuci Tangan Penting dalam Mencegah Virus Corona (Covid-19)?
5. Siapkan obat-obatan tambahan
Obat-obatan menjadi hal yang sangat penting dalam merawat anak positif COVID-19. Meskipun sudah mendapatkan resep dari dokter, orangtua juga perlu menyiapkan obat-obatan tambahan untuk berjaga-jaga, di antaranya:
- Obat demam: baik berupa paracetamol atau ibuprofen, jika anak demam;
- Zink: 20 mg/hari selama 14 hari;
- Vitamin C
- 1-3 tahun: maksimal 400 mg/hari
- 4-8 tahun: 600 mg/hari
- 9-13 tahun: maksimal 1200 mg/hari
- 14-18 tahun: maksimal 1800 mg/hari
- Vitamin D
- < 3 tahun: 400 IU/hari
- Anak-anak: 1000 IU/hari
- Remaja: 2000 IU/hari
- Remaja obesitas: 5000 IU/hari
6. Berikan anak makanan bergizi
Nafsu makan anak mungkin akan menurun saat sakit, apalagi jika infeksi COVID-19 dalam tubuhnya sedang tinggi-tingginya. Dongkrak imun anak dengan memberikannya makanan yang sehat dan bergizi.
Perbanyak asupan sayur dan buah-buahan dalam menu makanan anak. Sayur dan buah mengandung vitamin dan mineral lengkap yang bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak melawan virus corona. Agar anak semakin lahap makan, susunlah menu makanan anak menjadi bentuk yang menarik, misalnya bentuk mobil-mobilan, bunga, dan sebagainya.
7. Jadwalkan vaksin COVID-19 untuk anak
Setelah terpapar, tubuh anak akan membentuk antibodi secara alami. Namun, jumlah antibodi ini mengalami penurunan secara bertahap mulai 3 bulan pasca infeksi.
Maka dari itulah, setelah 3 bulan sembuh dari infeksi corona, anak tetap disarankan untuk menerima vaksin COVID-19. Hal ini telah disetujui oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan saat ini sedang dilaksanakan secara bertahap untuk anak usia 12-17 tahun.
Baca selengkapnya: Kabar Baik! Anak di Bawah 18 Tahun dan Ibu Hamil Boleh Divaksin COVID-19
Perawatan COVID-19 pada anak perlu dilakukan secara berkala dan dipantau setiap hari. Biasanya, gejala COVID-19 pada anak akan hilang dalam 14 hari. Jika anak sudah menyelesaikan masa isolasi selama 10 hari ditambah 3 hari bebas gejala, anak bisa dikatakan boleh lepas isolasi. Namun, sebaiknya tetap konsultasikan ke dokter karena keputusan ini hanya dapat ditentukan oleh dokter--tidak boleh diputuskan sendiri.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.