Setiap orang tua tentu menginginkan yang baik-baik untuk buah hatinya, dan salah satu upayanya dengan memberikan madu untuk bayi mereka. Alasannya, madu memiliki manfaat yang luar biasa banyak dan sangat baik bagi kesehatan tubuh.
Di beberapa masyarakat kita, pemberian madu untuk bayi yang baru lahir memang sudah menjadi tradisi dari zaman dahulu. Harapannya agar bayi selalu sehat, bahkan hanya untuk sekedar memberikan sensasi menyenangkan sehingga tak rewel lagi. Namun, apakah benar, madu aman untuk bayi?
Sejak 2008, American Academy of Pediatrics (AAP) sangat gencar mengelompokkan beberapa makanan yang boleh dan tak boleh untuk bayi. Diantaranya diketagorikan berdasarkan usia, misalnya makanan tertentu hanya boleh dikonsumsi oleh bayi dengan minimal usia tertentu.
Baca:
- Manfaat Madu Berikut Ini Sungguh Mencengangkan
- Cara Menggunakan Madu Sebagai Obat Batuk Anak
Salah satu jenis makanan yang masuk dalam aturan tersebut adalah madu. Dengan membaca ulasan di bawah ini Anda akan mengetahui kapan boleh memberikan madu untuk bayi, beserta alasan ilmiahnya.
Madu hanya boleh diberikan kepada bayi di atas 1 tahun..
Inilah rekomendasi aman mengenai penggunaan madu untuk bayi. Aturan ini berlaku untuk berbagai jenis madu dan hasil olahannya, apakah madu murni, campuran, dalam bentuk mentah, ataupun makanan lain yang dimasak atau dipanggang dengan madu.
AAP Pediatric Nutrition Handbook menyatakan, "Bayi dibawah 12 bulan harus menghindari semua sumber madu." Pernyataan itu membuatnya sangat jelas bahwa apa pun yang mengandung madu harus dihindari, termasuk sereal madu.
Mengapa madu dianggap tidak aman untuk Bayi?
Alasan untuk menunda pemberian madu bukan karena kekhawatiran atas timbulnya reaksi alergi makanan atau bahaya tersedak. Akan tetapi karena menghindari penyakit serius yang disebut botulisme bayi (infant botulism).
Botulisme bayi terjadi ketika bayi menelan spora dari bakteri yang disebut Clostridium botulinum. Spora dalam madu tidak berkembang menjadi apa-apa, namun dalam saluran cerna, spora dapat 'menetas' menjadi bakteri tersebut, kemudian dapat menghasilkan racun yang berdampak pada kontrol otot atau pergerakan bayi.
Beberapa gejalanya seperti konstipasi, lesu, gerakan dan tangisan yang lemah, minim ekspresi wajah, dan dalam kasus ekstrim (jarang terjadi) otot-otot pernapasan bisa menjadi lumpuh. Jika bantuan medis tidak segera diberikan, bisa berujung pada kematian bayi.
Jika demikian, mengapa madu dianggap aman untuk balita, anak, dan dewasa?
Jadi mungkin Anda bertanya-tanya mengapa madu tidak aman untuk bayi di bawah usia 1 tahun, tetapi baik untuk dewasa, ataupun anak yang memiliki usia di atasnya.
Jawabannya terletak pada kematangan saluran pencernaan. Bayi-bayi kecil di bawah 12 bulan belum cukup memiliki intensitas asam dalam sistem pencernaannya. Dimana asam ini membantu menangkis racun yang dihasilkan oleh bakteri.
Berbeda dengan orang dewasa dan anak-anak, dengan sistem pencernaan yang lebih matang, serta kadar asam yang cukup, maka mereka dapat menangkal dengan mudah ancaman botulisme tersebut.
Alasan yang Menentang Aturan ini!
Faktanya: Tidak semua madu mengandung spora bakteri Clostridium botulinum, sayangnya penulis tidak dapat menemukan angka pastinya. Sebagai perbandingan, di California yang termasuk dengan angka kejadian tertinggi, tercatat 10-15 % madu mengandung spora.
Jadi, tentu saja aturan tersebut mengambil langkah yang terlalu berhati-hati. Padahal banyak kebudayaan yang mengajarkan pemberian madu kepada bayi secara teratur.
Lebih lanjut, risiko bayi terkena botulisme setelah mengonsumsi madu tergolong rendah. Di Amerika Serikat, kurang dari 100 kasus dilaporkan setiap tahun, dan sebagian besar bayi ini pulih sepenuhnya setelah perawatan. Namun sayangnya, beberapa bayi meninggal karenanya.
Terlepas dari kontroversi di atas, mengapa kita tidak mengambil langkah aman tanpa mempertaruhkan sesuatu yang begitu serius. Padahal hal tersebut dapat dicegah? Jadi, katakan ke bayi Anda agar sabar menunggu hingga usianya genap satu tahun untuk menikmati manfaat dan kelezatan madu murni.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.