Pengertian
Apa itu sindrom Brugada?
Sindrom Brugada adalah suatu jenis abnormalitas elektrik jantung yang mengakibatkan gangguan irama jantung (aritmia) sehingga dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel yang dapat disertai dengan kematian mendadak. Kondisi ini biasanya karena genetik atau bawaan lahir.
Sindrom Brugada pertama kali ditemukan pada tahun 1992 oleh 3 orang kardiolog bersaudara asal Spanyol, yakni Pedro Brugada, Josep Brugada dan Ramon Brugada.
Penemuan tersebut berdasarkan kecurigaan setelah melihat banyaknya kasus kematian mendadak pada beberapa pasien dengan ciri yang sama, yakni adanya abnormalitas pada saluran ion natrium yang hanya dapat dideteksi melalui tes elektrokardiogram (EKG).
Para ahli pun memperkirakan, bahwa sindrom Brugada memiliki andil besar sebagai penyebab terjadinya kematian mendadak saat tidur atau sudden unexplained nocturnal death syndrome (SUNDS) yang menimpa para pria muda di wilayah Asia Tenggara.
Meskipun prevalensi pasti dari sindrom Brugada tidak diketahui, namun diperkirakan sindrom ini memengaruhi 5 dari 10 ribu orang di seluruh dunia. Dengan risiko 8 hingga 10 kali lebih besar dialami oleh pria khususnya orang-orang Asia, terutama Jepang dan Asia Tenggara.
Di Indonesia sendiri, sindrom mematikan ini pertama kali dilaporkan oleh Dr Muhammad Munawar SpJP pada tahun 2002 yang dimuat dalam Jurnal Kardiologi Indonesia. Kasus terbaru yang ditemukan menimpa dokter spesialis anestesi, Stefanus Taofik, yang meninggal mendadak ketika sedang bertugas di rumah sakit, di duga akibat sindrom Brugada.
Ikhtisar Penyakit Sindrom Brugada
Organ terlibat | Jantung |
Penyebab | Abnormalitas elektrik jantung, umumnya karena genetik. |
Penularan | Tidak menular. |
Gejala | Kerap tidak menunjukkan gejala. |
Pengobatan | Pemasangan ICD dan pemberian obat antiaritmia seperti quinidine. |
Tanda dan Gejala
Apa saja ciri-ciri dan gejala sindrom Brugada?
Dalam banyak kasus, sindrom Brugada kerap tidak menunjukkan gejala apa pun. Penderitanya langsung meninggal mendadak meskipun sebelumnya nampak sehat bahkan mungkin jauh dari berbagai faktor risiko penyakit jantung koroner dan memiliki struktur jantung yang normal.
Satu-satunya tanda yang paling penting dari sindrom Brugada adalah adanya pola abnormal pada elektrokardiogram (EKG) yang disebut dengan pola EKG Brugada tipe 1 yang hanya dapat terdeteksi pada EKG.
Meski begitu ada beberapa pertanda tidak khas yang mungkin dapat menjadi petunjuk adanya sindrom Brugada, diantaranya seperti:
- Sesak napas.
- Detak jantung tidak beraturan (palpitasi).
- Demam tinggi (sering dilaporkan memicu atau memperparah manifestasi klinis).
- Kejang.
- Pingsan.
- Serangan jantung yang terjadi saat tidur atau beristirahat.
- Mimpi buruk atau meronta-ronta di malam hari.
Kapan harus periksa ke dokter?
Jika kerap mengalami gejala jantung yang berdegup lebih cepat, lebih lambat atau tidak beraturan atau mungkin sering jatuh pingsan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter guna mengetahui penyebab dasar dari terjadinya kondisi tersebut.
Penting juga untuk segera memeriksakan diri ke dokter apabila memiliki riwayat keluarga yang pernah meninggal mendadak. Sindrom Brugada dapat dideteksi sejak kanak-kanak melalui pemeriksaan elektrokardiogram (EKG).
Penyebab dan Faktor Risiko
Apa penyebab sindrom Brugada?
Sindrom Brugada dapat disebabkan oleh mutasi pada salah satu gen. Umumnya yang paling sering bermutasi ialah gen SCN5A pada kromosom 3 yang ditemukan pada sekitar 30% penderita sindrom Brugada.
Mutasi pada gen yang bertanggung jawab mengkode kanal natrium ini menyebabkan pembukaan kanal ion menjadi lebih cepat dan berlangsung lebih lama. Akibatnya, otot-otot jantung akan berdetak secara tidak beraturan sehingga darah tak dapat terpompa ke seluruh tubuh. Memicu terjadinya aritmia ganas atau fibrilasi ventrikel.
Bila kondisi tersebut tidak segera ditangani dengan alat kejut jantung (defibrilator), maka penderita akan mengalami cedera otak akibat kekurangan oksigen yang dapat berujung pada kematian. Celakanya, fibrilasi ventrikel pada kasus sindrom Brugada ini acap kali terjadi di saat jantung sedang dalam dominasi pengaruh saraf vagal, seperti di saat tidur.
Pada beberapa kasus yang lebih jarang, sindrom Brugada dapat disebabkan oleh kelainan struktural jantung yang sulit dideteksi, faktor keturunan, penggunaan obat-obatan tertentu (seperti obat darah tinggi, depresi, angina dan kokain) serta beberapa kondisi medis seperti hiperkalsemia, hiperkalemia dan hipokalemia.
Siapa yang lebih berisiko terjangkit sindrom Brugada?
Faktor risiko sindrom Brugada meliputi:
- Riwayat keluarga. Seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan sindrom Brugada berisiko tinggi mengidap sindrom mematikan ini.
- Riwayat kesehatan pribadi. Memiliki masalah detak jantung tak beraturan atau sering pingsan.
- Jenis kelamin. Pria memiliki risiko 8-10 kali lebih besar menderita sindrom Brugada dibandingkan wanita.
- Usia. Kematian mendadak akibat sindrom Brugada umumnya terjadi pada usia produktif, yakni 30-40 tahun.
- Ras. Sindrom Brugada lebih sering terjadi pada orang-orang keturunan Asia, terutama Jepang dan Asia Tenggara.
- Demam. Demam dapat mengiritasi jantung dan memicu kemunculan sindrom Brugada serta serangan jantung mendadak, terutama pada anak-anak.
Pemeriksaan dan Diagnosis
Bagaimana memastikan diagnosis sindrom Brugada?
Diagnosis sindrom Brugada diawali dengan pemeriksaan fisik, untuk kemudian dilanjutkan dengan beberapa tes tambahan diantaranya seperti:
- Elektrokardiogram (EKG) yang dilakukan dengan cara memasang elektroda pada kaki dan dada untuk menciptakan perekaman 12 lead.
- Studi elektrofisiologi untuk mengetahui penyebab aritmia dan menentukan penanganan lebih lanjut.
- Uji interaksi obat antihipertensi seperti antagonis kanal kalsium (calcium channel blocker) pada pasien dengan sinkop tanpa sebab yang jelas.
- Uji kadar kalium dan kalsium pada pasien dengan hiperkalsemia, hiperkalemia dan hipokalemia.
- Pemeriksaan infark miokard dengan triple cardiac marker (CK-MB, Myoglobin, dan Troponin I) pada pasien dengan gejala yang sesuai dengan sindrom koroner akut.
- Pengujian genetik untuk mutasi pada SCN5A.
Pengujian lebih lanjut melalui ekokardiografi dan MRI dapat dilakukan guna menyingkirkan displasia ventrikel kanan aritmogenik sebagai penyebab sekaligus untuk mengetahui penyebab potensial lain dari terjadinya aritmia.
Obat dan Pengobatan
Bagaimana cara mengobati sindrom Brugada di rumah?
Pengobatan rumahan untuk mengatasi sindrom Brugada tidak tersedia.
Apa saja penanganan dan obat sindrom Brugada di layanan kesehatan?
Hingga saat ini, satu-satunya pengobatan yang terbukti efektif dalam menangani takikardia dan fibrilasi ventrikel pada penderita sindrom Brugada yakni melalui implantasi defibrilator kardioverter otomatis (implantable Cardioverter Defibrillator, ICD).
ICD sendiri merupakan perangkat elektronik kecil berbaterai yang ditanamkan di tulang selangka kiri. Cara kerjanya mirip dengan alat pacu jantung yang akan memantau dan memberikan kejutan ke jantung apabila mendeteksi takikardia dan fibrilasi ventrikel untuk kemudian menormalkan kembali irama jantung. Biaya pemasangannya berkisar antara 150-300 juta rupiah.
Selain pemasangan ICD, penderita sindrom Brugada juga mungkin akan diberikan obat antiaritmia seperti quinidine yang dapat menghambat arus kalium cepat transien luar (Ito) dan telah terbukti mampu menormalkan pola EKG pada penderita sindrom Brugada.
Komplikasi
Apa bahaya komplikasi sindrom Brugada yang mungkin timbul?
Komplikasi sindrom Brugada yang paling ringan adalah sinkop atau pingsan akibat perubahan irama jantung yang mendadak sehingga akan terjadi penurunan aliran darah ke otak.
Dalam bentuknya yang paling ekstem, komplikasi sindrom Brugada dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel yang menyebabkan ruang pemompa di jantung (ventrikel) bergetar sia-sia tanpa bisa memompa darah. Kondisi ini kerap berujung pada kematian mendadak bila penderitanya tidak segera menerima shock listrik dari alat kejut jantung atau defibrilator.
Pencegahan
Bagaimana mencegah sindrom Brugada?
Sindrom Brugada akibat kelainan genetik tentunya tidak dapat dicegah. Meski begitu, risiko terjadinya aritmia dapat diminimalisir dengan menghindari berbagai pemicunya. Diantaranya seperti demam tinggi (segera minum parasetamol untuk menurunkannya), konsumsi minuman beralkohol, dehidrasi dan obat-obatan tertentu seperti seperti amfetamin, kokain dan beberapa obat batuk dan pilek yang dijual bebas di apotek.
Malam dok, saya mau tanya kalau gejala penyakit jantung rematik apa saja ya? apa bisa didiagnosa dengan anamnesa, jika bisa, berapa persen tingkat keakuratannya terhadap kemungkinan menderitanya?