Stres dalam kehamilan
Masa-masa kehamilan dapat memunculkan berbagai emosi untuk Anda, termasuk merasa cemas atau stres, tetapi ini benar-benar normal. Stres adalah reaksi normal terhadap perubahan besar (seperti kehamilan).
Dalam beberapa kasus, stres bahkan mungkin baik bagi orang-orang karena dapat mendorong mereka untuk mengambil tindakan dalam menghadapi tantangan baru.
Namun, terlalu banyak stres bisa sangat besar dan bahkan dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi Anda dan bayi Anda.
Dampak dari tekanan ibu hamil pada bayi yang belum lahir masih bisa diperdebatkan. Beberapa ahli percaya bahwa serangan stres berkepanjangan (seperti kematian dalam keluarga, kehilangan pekerjaan, dll.) dapat berdampak negatif pada kehamilan, menyebabkan komplikasi seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan bahkan gangguan tidur dan perilaku pada anak-anak.
Apa yang menyebabkan stres dalam kehamilan?
Bagi sebagian wanita, mengetahui bahwa mereka hamil bisa menjadi pengalaman yang menegangkan. Anda bisa merasa kehilangan kendali atau tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengelola apa yang akan Anda alami.
Hal-hal lain yang dapat menyebabkan stres dalam kehamilan antara lain:
- pengalaman negatif sebelumnya dengan kehamilan, kelahiran atau menjadi ibu seperti keguguran atau kematian bayi
- memiliki kehamilan yang tidak direncanakan
- perubahan fisik kehamilan
- menjadi orang tua tunggal
- masih remaja
- mengalami kesulitan keuangan
- pindah rumah
- perubahan dalam pekerjaan Anda
- kesedihan, seperti kematian dalam keluarga
- narkoba dan alkohol
- kecemasan masa lalu, depresi atau penyakit mental lainnya
Stres kehamilan dan kaitannya dengan kelahiran bayi yang memicu asma menjelang dewasa nanti.
Stres kronis juga dapat berkontribusi pada perbedaan dalam perkembangan otak yang mungkin menyebabkan masalah perilaku saat bayi tumbuh.
Hubungan Hormon Glukokortikoid dan Kehamilan
Glukokortikoid adalah hormon stres alami yang membantu menjaga peradangan. Versi sintetis dari hormon-hormon ini, seperti prednison, deksametason dan hidrokortison, sering digunakan sebagai pengobatan untuk reaksi alergi.
Ironisnya, glukokortikoid yang sama dapat menyebabkan peradangan dan meningkatkan respons alergi terhadap iritasi, seperti polusi udara atau serbuk sari, alih-alih melawannya ketika dilepaskan dalam tubuh sebagai respons terhadap stres kronis.
Karena glukokortikoid sudah meningkat selama kehamilan normal, tahap ini diatur untuk respons alergi yang berbahaya jika tingkat lonjakan karena stres.
Peningkatan hormon glukokortikoid yang disebabkan oleh stres ibu selama kehamilan dapat menyebabkan perkembangan asma pada keturunannya.
Suatu penelitian dilakukan dengan mengekspos satu kelompok tikus hamil pada satu serangan stres, sedangkan kelompok kedua diberikan deksametason untuk meniru efek dari kejadian stres. Kelompok ketiga diberi cukup metyrapone - penghambat steroid yang menghambat pelepasan hormon stres , untuk menangkal lonjakan hormon stres setelah paparan stres, dan kelompok kontrol keempat tidak memiliki intervensi.
Para ahli menemukan bahwa konsentrasi tinggi hormon stres (kortikosteron atau CORT) pada ibu dapat melewati plasenta dan meningkatkan kadar CORT janin, yang berpotensi menyebabkan kerentanan lebih tinggi terhadap asma dan alergi.
Mengenai Asma
Asma adalah suatu kondisi di mana saluran udara Anda menyempit dan membengkak serta menghasilkan lendir ekstra. Kondisi Ini bisa membuat sulit bernafas dan memicu batuk, mengi dan sesak napas.
Bagi sebagian orang, asma adalah gangguan ringan. Namun itu bisa menjadi masalah besar yang mengganggu kegiatan sehari-hari dan dapat menyebabkan serangan asma yang mengancam jiwa.
Serangan asma terjadi ketika gejalanya telah mencapai puncaknya. Serangan ini mungkin mulai tiba-tiba dan dapat berkisar dari yang ringan sampai yang parah.
Pada serangan asma, pembengkakan di saluran udara dapat sepenuhnya mencegah oksigen mencapai paru-paru, yang juga menghentikannya memasuki aliran darah dan menuju ke organ-organ vital.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.