Hubungan seksual dengan pasangan memang bukan hal baru lagi, terutama bagi Anda yang telah menikah. Namun, kegiatan intim ini menjadi hal yang unik untuk diperbincangkan, terlebih soal siapa yang lebih dominan selama berlangsungnya kegiatan tersebut.
Para ahli menyarankan bahwa hubungan seksual yang sukses adalah hubungan yang sesuai dengan keinginan dua orang yang melakukannya, bukan salah satunya. Akan tetapi, fakta membuktikan bahwa munculnya sisi dominan dan submisif ternyata tidak bisa dihindari.
Apa itu dominan dan submisif?
Sebenarnya, istilah dominan submisif ini berlaku pada berbagai jenis hubungan dan kegiatan. Salah satunya mengenai hubungan seksual bersama pasangan.
Dominan adalah pihak yang memiliki kekuasaan penuh selama kegiatan intim tersebut. Misi si Dominan ini didukung oleh si Submisif yang mengizinkan dan menerima segala bentuk perlakuan dari si Dominan. Dengan kata lain, posisi si Submisif cenderung menuruti apa saja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Meskipun istilah hubungan ini menuai pro dan kontra, kenyataannya jenis hubungan ini lazim bagi kebanyakan pasangan. Kebanyakan posisi si Dominan dipegang oleh kaum pria, sedangkan si Submisif adalah pihak wanita. Namun, bukan tidak mungkin juga jika wanita lah yang menjadi pihak si d
Dominan submisif kerap menjadikan hubungan intim berbalut sikap “kasar”
Tidak dapat dipungkiri bahwa jenis hubungan intim dengan dominan submisif ini membuat satu pihak lebih menguasai. Karena itulah, si Dominan terkadang melakukan perlakuan “kasar” secara verbal maupun non verbal.
Akan tetapi, kebanyakan setiap pasangan merasa baik-baik saja karena menganggap bahwa sikap tersebut akan menambah keharmonisan dan dinikmati oleh keduanya. Ada kalanya perlakuan kasar yang dilakukan oleh si Dominan memang disukai oleh pasangannya sehingga tetap menjaga martabat dan tidak menyakiti perasaan masing-masing.
Baca juga: Mengapa Ada Orang yang Tidak Bisa Lepas dari Hubungan Abusive?
Amankah jenis hubungan intim dominan submisif ini?
Banyak yang beranggapan bahwa jenis hubungan ini akan menimbulkan kekerasan, bahkan berakhir dengan tindakan kriminal. Namun, sebenarnya, kegiatan dominan dan submisif ini bertujuan mendapatkan kenyamanan tersendiri bagi keduanya dan mencapai klimaks dengan lebih baik.
Oleh karena itu, coba lakukan hal berikut ini supaya hubungan intim berjalan lancar dan menyenangkan satu sama lain:
- Tanyakan kesediaan pasangan sebelum melakukan hubungan intim. Pastikan pasangan Anda sudah siap.
- Gunakan beberapa batasan yang tidak boleh dilanggar dan harus disepakati oleh keduanya. Dengan begitu, Anda dan pasangan ada dalam kondisi yang aman.
- Bila perlu, gunakan barang-barang lunak tertentu sebagai bantuan untuk pemanasan (foreplay).
Baca selengkapnya: Ketahui Apa Saja Manfaat Foreplay Sebelum Bercinta
Seperti apa kepribadian si Dominan itu?
Merasa khawatir dengan sisi dominan submisif dalam hubungan? Tenang, Anda bisa melakukan beberapa antisipasi. Caranya adalah dengan mengenali ciri-ciri pasangan dominan seperti berikut ini:
1. Mudah emosi
Si Dominan cenderung mudah marah, apalagi jika ada suatu keinginannya yang tidak dipenuhi. Jika pasangan Anda memiliki sifat ini, cobalah minta pasangan Anda untuk menjadi sisi pendengar, terutama mengenai alasan mengapa Anda tidak bisa memenuhi keinginannya. Cara tersebut dapat menjadi lebih efektif untuk menumbuhkan sikap dewasa pada pasangan.
2. Ingin menang sendiri
Ciri-ciri orang yang mendominasi adalah keinginan untuk selalu menang dalam berbagai kesempatan. Ya, jiwanya sangat berkompetisi dengan tujuan sebuah kemenangan, bahkan tanpa peduli dengan kondisi orang lain.
3. Tidak suka meminta maaf
Pasangan yang dominan sulit untuk mengatakan permintaan maaf, baik untuk hal yang sepele maupun masalah yang besar. Alhasil, hal ini menumbuhkan kesan egois dan tidak mau mengalah.
Pembahasan soal dominan submisif memang memiliki risiko berbeda-beda antara positif dan negatif. Tanamkan sikap dewasa untuk menjaga keharmonisan hubungan Anda berdua. Letakkan ego dan kembali bicarakan penyelesaiannya dengan bijak.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.